Wednesday, February 3, 2010

Hal yang Bermanfaat (Hita) Belum tentu Menyenangkan (Priya)

harder & harder

Om Swastyastu

Setelah kepindahanku ke Toya Bungkah, mengikuti kakak pertamaku yang saat itu bekerja sebagai mekanik di hotel dan pusat kesenian milik STA (Sutan Takdir Alisyahbana), setiap hari aku membantunya menyelesaikan tugasnya, bahkan terkadang harus bangun di tengah malam karena harus mengisi solar untuk diesel yang menjadi sumber pembangkit listrik saat itu. Dan setelah aku selesai sekolah aku juga bekerja di STA sebagai tukang kebun dengan imbalan makan dan berkesempatan mengikuti latihan kesenian.

Pada suatu sore di bawah pohon Cheri aku bertemu dan ngobrol dengan Guru Made (seorang Balian), yang juga bekerja di STA sebagai tukang bangunan. Beliau bersal dari desa Abang, salah satu desa di pinggir danau Batur, dan berada persis di seberang Toya Bungkah. Beliau mengawali ceritanya sebagai seorang balian yang harus membantu umat dari kesusahan, baik sakit phisik, sampai sakit magis.....dan beliau memulai ceritanya....

Seorang pasien harus makan obat dan menjalani diet yang bermanfaat; ia tidak bisa hanya minta obat-obatan yang manis dan diet yang enak dan menyenangkan. Balian (dokter) tahu hal yang terbaik baginya. Balian/dokter harus ditaati demi kesembuhannya sendiri.

Kemudian beliau melanjutkan ceritanya dengan pengandaian dalam kisah Ramayana.......

Karena takut, para menteri Rahvana hanya mengatakan hal-hal yang menyenangkan junjungan mereka; dan terbukti bahwa mereka merupakan penasihat yang berbahaya. Hanya adiknya, Vibhisana, sajalah yang memberinya obat yang berfaedah, obat yang seharusnya pasti sudah menyembuhkannya, tapi karena tidak menyenangkan, Rahvana menolaknya dan akhirnya binasa.

Veda dan Sastra diperoleh melalui tapa serta usaha keras para Rsi dan kaum bijak waskita yang hanya menaruh minat pada kesejahtraan serta kebebasan umat manusia, karena itu kitab-kitab tersebut merupakan tempat penyimpanan terbesar bagi Hita (hal-hal yang bermanfaat). Veda dan Sastra menasehati manusia agar mengatur pandangannya ke dunia luar dan meningkatkan pandangan ke dalam bhatin.

Kenyataan bhatin merupakan landasan, dan kenyataan lahiriah dibangun di atas pondasi itu. Ini dapat diibaratkan dengan kemudi di adalam mobil yang menentukan arah roda-roda di bagian luar. Ketahuilah bahwa Tuhan Yang Mahakuasa, Mahatahu, dan Mahaada merupakan kenyataan asasi yang mendasar. Sadarilah hal itu dan menetaplah selalu dalam kesadaran itu. Tekanan, kesulitan atau keributan apa pun yang kita alami jangan sampai membuat keyakinan kita goyah. Kita juga dapat memperoleh kesadaran itu dengan selalu mengingatkan diri kita sendiri dengan setiap tarikan napas kita.

Mungkin kita bertanya bagaimana caranya kita selalu dapat mengingatkan diri sendiri?. Dengan menggunakan salah satu nama Tuhan, nama Beliau yang mana saja yang semerbak dengan keharuman suci, yang mengingatkan keindahan, rahmat, serta kekuasaan Beliau.

Inilah inti amanat kehidupan yang akan memberikan kekuatan, kedamaian, pengharapan, dan pemenuhan. Tentu saja amanat ini bermanfaat (Hita), walaupun mungkin tidak menyenangkan (Priya).

Ternyata ceritanya tidak hanya seputar usada tapi juga tentang bagaimana kita mesti melakoni, memaknai, dan berjuang untuk hidup ini agar dapat menerima anugrahNya dan layak menikmati sukacita ilahi......suksma Guru...

~ I Wayan Sudarma
Dari catatan perjalananku @1983

No comments: