Monday, March 12, 2012

MUNGKUR

Oleh: I W. Sudarma

Salam Kasih

Salah satu hal yang seyogyanya kita hindari adalah kebiasaan membicarakan kelemahan, keburukan orang lain, terlebih jika orang tersebut tidak ada dihadapan kita. Mengapa demikian...??

"Ana Catur Mungkur" demikianlah pepeling orang tua, biasa diwedarkan di sela-sela ngemong anak-anaknya dalam melakoni hidup. Secara harfiah "Ana Catur Mungkur" dapat diartikan dengan: menghindari segala pembicaraan buruk tentang orang lain. "Catur (bahasa Jawa Kuno)" artinya perkataan, tetapi dalam konteks ungkapan ini artinya pembicaraan tentang keburukan orang lain atau dalam bahasa sehari-hari dinyatakan dengan "ngrasani eleking liyan (membicarakan keburukan orang lain)", dengan maksud menjatuhkan atau menghina orang tersebut. Tindakan yang demikian tentu bukan perbuatan yang terpuji karena dapat menimbulkan sakit hati pada diri orang yang dibicarakan keburukannya.


Secara psikologis, tentu juga tidak ada manfaatnya sama sekali bagi kita masuk dalam komunitas orang yang sedang membicarakan keburukan orang lain, dengan alasan:

Pertama; kita bisa terjebak pada perilaku merasa paling benar dan paling baik sehingga lupa mengoreksi diri sendiri.

Kedua; kalau kurang beruntung atau sedang apes, kita bisa jadi 'korban tumbak cucukan' atau adu domba. Akibatnya kita menjadi bertengkar dengan orang yang dibicarakan kejelekannya padahal kita bukan pelaku utamanya.

Demikian buruknya akibat dari aktivitas membicarakan keburukan orang lain, maka lebih baik kita menghindar saja atau dalam bahasa Jawa 'mungkur' dan dalam bahasa Bali disebut 'mekelid'.

Susastra Veda juga berpesan :"Satyamvada Dharmacara-Sampaikan Kebenaran dengan cara-cara yang Bijaksana"

Rahayu _/I\_
Bali-16022012
*Ungkapan ini diambil dari Lontar Niti Sruti-digubah semasa kekuasaan Adipati Arya Wiraraja-Adipati Sumenep, Ayahnda Rangga Lawe*

No comments: