Sunday, February 14, 2010

Menilai Obyektif....?!

harder & harder

Salam Kasih
Dalam setiap pergaulan entah dalam sekup kecil, entah dengan keluarga, sahabat, tetangga, dan masyarakat, kita sering dihadapkan untuk memberi penilaian terhadap orang lain dimana kita berada. Dari menilai pola hidup, bahkan tak jarang merambah kepada hal-hal pribadi orang lain.

Secara teori kita diajarkan untuk apat menilai sesuatu secara obyektif, akan tetapi kita malahan sering tidak dapat melakukannya, barangkali karena keterbatasan pengetahuan, sehingga hanya dapat mengungkap yang tampak secara kasat mata, sementara yang tersebunyi dalam setiap pikiran, dan hati orang lain tak mampu kita sentuh, atau bahkan terjebak arus suara mayoritas dimana kebenarannya-pun masih diragukan, hitung-hitung agar tidak dicap tidak setia kawan atau sok suci, sok alim, sehingga hati nurani dan kejernihan pikiran menjadi sering terabaikan.

Hal serupa juga pernah aku alami ketika berkujung ke salah satu rumah saudaraku di Denpasar. Kebetulan di depan rumahnya berderet kontrakan para pedagang sayur, pedagang es puter, dan tukang sol sepatu. Setiap pagi maka akan terlihat gantungan jemuran di atas pintu masuk setiap kamar....maklum kontrakannya memang sempit, sehingga tak ada halaman yang tersisa untuk menjemur pakain. Saudaraku sering kali mengamati prilaku tetangganya dari dalam rumah lewat jendela kaca nakonya yang memang agak gelap, sehingga tidak tampak dari luar jika ia sedang memperhatikan tetangganya.

Hari dimana akau main kerumahnya, iapun langsung bercerita, kalau tetangga depan rumahnya sangat jorok dan kurang beretika, karena jemurannya dibiarkan terhampar di depan pintu masuk kamarnya. Katanya: “ sudah nyucinya asal, jorok lagi!”.....lihat tuh pakainnya...masak nyuci masih kotor seperti itu..apa tidak risih kalau dipakai nanti?..gerutunya..”

Akupun ikut-ikutan melongok dan melihat dari jendela itu. Sepintas aku perhatikan memang tak ada yang aneh dengan perkataan saudaraku.....tapi lama-lama aku kepikiran juga. Mengapa ia mengatakan tetangganya kurang bersih dan terkesan jorok...? Padahal saat aku melintas di depannya aku perhatikan tidak seperti yang diceritakan saudaraku...?

Lalu aku bertanya kepada saudaraku..Bli..! “Dalam sebulan ini berapa kali Bli membersihkan kaca jendela itu.?” Yang kotor dan jorok itu sepertinya bukan jemuran tetangga Bli deh..tapi kaca jendela itu..! Saat mendapatkan kaca jendelanya sangat kotor....saudaraku langsung tersipu malu.....

Sahabat

Sebelum kita melihat, membicarakan, dan memberi penilaian terhadap orang lain....akan lebih bijak rasanya jika kita membersihkan debu-debu kotoran pikiran, dan bhatin kita sendiri terlebih dahulu. Bagaimana mungkin kita dapat melihat dengan jernih apalagi dengan obyektif terhadap apa-apa yang terhampar di hadapan kita jika kita sendiri masih belepotan dengan kotoran yang justru tidak pernah kita bersihkan. Jangan sampai seperti pepatah mengatakan: gunung di seberang lautan terlihat tapi gajah di pelupuk mata tak tampak.

Inilah pelajaran berharga yang dapat kita petik dari kisah ini....jangan merasa bisa tapi bisa merasakan kekurangan diri sendiri..bukan malah merasa diri lebih bisa, lebih pintar, bahkan lebih suci..dikarenakan rasa egoisme dan kesombongan terhadap status, posisi, kekayaan, keberuntungan dan keturunan yang kesemuanya hanya bersifat sementara.

Tapi manakala pikiran dan hati selalu murni, tanpa egoisme, tanpa dengki, irihati dan tanpa dendam saat inilah kita akan dapat melihat, menilai segala sesuatu dengan arip dan bijaksana, tanpa keberpihakan.

~ I Wayan Sudarma
Dari Jejak Perjalananku di Jl. Pulau Misol XIV th. 1991

No comments: