Monday, October 15, 2012

Sampunang Gageson

Oleh: I Wayan Sudarma

Salam Kasih
Secara harfiah petuah tetua di Bali ini bermakna: "janganlah terburu-buru". Ungkapan ini menjadi bermakna sedemikian dalam. Peangeling-eling ini mengajak kita untuk "berproses" dalam mengarungi kehidupan ini. Maksudnya, dalam mencapai sesuatu seseorang harus melalui proses yang benar, karena suatu usaha dinilai tidak hanya dari hasilnya saja tetapi juga dari prosesnya.

Ungkapan "Sampunan Gageson" menyiratkan nasihat agar dalam mencapai maksud atau cita-cita tertentu, seseorang mampu mengendalikan dirinya dan mengikuti proses secara benar. Jangan sampai karena ingin segera mendapat hasil, orang lalu mengambil jalan pintas dengan menghalalkan segala cara.

Menjamurnya tindakan dan prilaku korup di negeri ini, salah satunya disebabkan oleh sifat dan sikap "gageson" ini, dan melabrak prosedur-prosedur yang berlaku.

Catatan: "sikap gageson" lebih sering membuat orang celaka lebih cepat, dibanding mereka yang berjalan secara wajar dalam proses yang alami.

Rahayu
Papeling Leluhur, Bali-15/10/2012

Friday, October 12, 2012

Ketika Alas kaki Bicara

Oleh: I W. Sudarma

Salam Kasih
Di sebuah toko, di tengah kota, yang menjual alas kaki, seperti sepatu, dan sandal dengan berbagai jenis, model, warna, merk dan harga, terdapat sepasang sepatu pesta beremerk terkenal. Harganya pun sangat mahal. Di sebelahnya juga da sepasang sepatu kets dan sepasang sandal jepit yang tidak terlalu bermerk. Ketiganya sedang bercakap-cakap. Dan sepatu pesta itu tampak sedang menyombongkan diri.


“Aku adalah sepatu yang paling cantik di sini. Pasti banyak yang akan datang untuk membeliku. Lhat saja, warna unguku yang melambangkan keanggunan, apalgi untuk seorang perempuan. belum lagi manik-manik yang ada di sekelilingku. Membuat penampilanku semakin mewah dan cantik saja,” kata si sepatu pesta.

“Tapi kamu jarang digunakan, paling hanya digunakan orang sat ingin pesta saja,” kata si sepatu kets tiba-tiba,” sedangkan aku, orang-orang bisa memakaiku setiap hari.”

“Tidak juga. Penampilanku yang sangat indah ini akan membuat kaki pemilikku terlihat semakin cantik. Karena itu, pasti mereka akan memakaiku, tidak hanya ke pesta,” ujar sepatu pesta itu lagi dengan congkaknya.

Dari tadi, si dandal jepit yang diam saja, kelihatan muram, tidak berbicara sama sekali. Kemudian si sepatu pesta berkata, “ Aduh kasihan sekali kamu, sandal jepit..! Penampilamu saja jelek, pasti kamu tidak akan laku.”

“Memang di antara kita, kamu yang paling bagus dan aku yang paling jelek. Modelku memang sangat sederhana, tidak bermerk dan warnaku juga tidak menarik. Tapi aku mempunyai kelebihan dibandingkan kalian. Aku ringan, lentur, dan awet walaupun dipakai setiap hari, dan hargaku juga murah. Lagi pula, jelek atau bagus, kita sama-sama akan diinjak orang, kan?” Jawab si sandal jepit dengan rendah hati.

Mereka terus mengobrol dan si sepatu pesta terus saja menyombongkan dirinya sendiri, sampai suatu saat.....

“ Cantik sekali sepatu ini!” seorang ibu yang datang ke toko sepatu itu melihat si sepatu pesta dengan kagum.

“ Benar kan, dari penampilan saja orang sudah sangat tertarik padaku,” kata si sepatu pesta semakin sombong.

Namun, akhirnya ibu itu membeli ketiga pasang alas kaki tadi. Sepatu pesta digunakan untuk pergi ke acara-acara pesta dan pertemuan-pertemuan penting. Si sepatu kets ia pakai untuk jalan-jalan dan olah raga, sedangkan sandal jepit ia pakai untuk pergi ke pasar dan sehari hari di rumah.

Setelah dua bulan berlalu dan ketiga pasang alas kaki itu ditempatkan bersama-sama. Di antara ketiga pasang alas kaki itu, si sandal jepitlah yang sering dipakai, sehingga sudah kotor, apalgi si pemiliki memakainya untuk ke pasar, saat di rumah sehari-hari. Jadi terkena tanah, lumpur dan segala macam kotoran. Si sepatu kets juga cukup sering dipakai, karena si pemilik memang suka jalan-jalan, keliling kota ataupun keluar kota, dan untuk olah raga setiap paginya, sehingga warnanya sudah agak kusam. Sementara si sepatu pesta baru beberapa kali dipakai oleh pemiliknya, sehingga ia masih bagus, mulus, dan cantik.

“duh, kalian ini kotor sekali ya, lihatlah aku, masih tetap bersih dan cantik. Apalagi kamu, sandal jepit, lumpur di mana-mana. Sementara aku, tidak ada kotoran pada diriku,” kata si sepatu pesta mulai lagi...

“Itu kan tandanya kami sering dipergunakan. Jadi wajar, kan kalau ami kotor,” jawab si sepatu kets.

Lagi-lagi sandal jepit muram dan tidak mengatakan apa-apa, “biarkan saja si sepatu pesta yang sombong itu terus berbicara. Aku memang bukan dia, dan tidak perlu mananggapinya,” kata sandal jepit dalam hati.

Sepanjang hari si sepatu pesta itu terus saja menyombongkan dirinya, tanpa mempedulikan yang lain. Lama-kelamaan, sandal jepit, sepau kets dan sepatu-sandal lain yang juga dimiliki oleh si ibu tadi benci padanya dan tidak ada yang mau berbicara kepadanya.

Satu bulan kemudian, pemilik mereka sedang memilih-milih mereka, tampaknya akan memisahkan mana yang sering dipakai dan yang tidak sering dipakai.

“Aduh, beruntung sekali waktu itu saya membeli sandal jepit ini, karena sangat ringan dan lentur sekali, sangat membantu langkah saya ke pasar dan saat saya berada di rumah, juga awet. Juga sepatu kets ini. Sepatu ini juga lentur dan nyaman dipakai, dan selalu setia menemani saya setiap kali jalan-jalan dan olah raga. Sayang kalian sudah kotor. Tapi baklah, saya akan segera membersihkan kalian sampai tampak seperti baru lagi.

Lalu kata ibu itu saat memandang si sepatu pesta, “ Sepatu pesta ini dulunya begitu indah dan cantik. Tapi ternyata saya bisa memakai sepatu pesta yang lain. Ah...., buat apa dulu saya beli sepatu mahal-mahal. Dua bulan masih bagus, sekarang sudah banyak manik-maniknya yang copot. Tidak awet, sakit dipakai, mahal lagi. Lebih baik saya buang saja,” sambil memandang sepatu ungu yang sekarang sudah tidak indah seperti dulu lagi.

Demikianlah, sepatu pesta yang “cantik” itu akhirnya dibuang oleh pemiliknya. Sementara sepatu kets dan sandal jepit dibershkan, dicuci, dan diberi pewangi, sampai menjadi sepeti baru lagi.

Renungan:

“ sebab barang siapa yang meninggikan diri, ia akan direndahkan”
Tidak sombong karena kekayaan, keturunan
Tidak angkuh karena wajah cantik-tampan,
Tidak congkak karena kepandaian-keberanian
Tidak takabur karena jabatan-pangkat-kedudukan
Tidak tinggi hati karena keremajaan

“Jika (Anda ) cepat jangan mendahului, Jika (Anda) pintar Jangan menggurui, Jika (Anda) Tanjam jangan melukai.”

oleh: I Wayan Sudarma
Taken from: Ingar Bingar Cinta DIA

Semut-Semut Api

Salam Kasih
Melihat panggung sandiwara perhelatan SALInG Sikut, saling ungkap dan saling jegal para pejabat yang terindikasi bermasalah dengan Hukum, terutama yang tersandung kasus korupsi, suap, dan sejenisnya..jadi ingat nyanyian semasa kecil. Lagunya seperti ini:

"Semut-semut api,
Kija ambahin mulih,
Tembok-tembok bolong,
Saling atat-saling pentil,
Ketipat nasi pasil,
Bene dongkang kipa
Enjak-enjok jit mategil"

Terjemahan bebasnya:
"Wahai semut-semut merah,
Kemanakah jalan menuju pulang,
Temboknya sudah pada bolong,
Saling tarik-saling sikut,
Ketupat dari nasi basi,
Lauknya kodok pincang
Jalannya pincang pantatnya bertaji"

Maknanya:
Semut api adalah situasi ketika orang-orang gampang diliputi rasa marah, benci, dendam, dan lain sebaginya.
Hendak menyelesaikan masalah(kija ambahin mulih), tapi semua borok dan bobrok terhampar jelas (tembok bolong), yang ada akhirnya saling tunjuk dan saling menyalahkan, bahkan tak jarang saling menjatuhkan (saling atat-saling pentil) dan ingin jadi pahlawan kesiangan(ketipat nasi pasil), namun sayang semuanya terlanjur dicap cacad oleh masyarakat (bene dongkang kipa), seperti kodok yang pincang tapi hendak melompat jauh dan bersuara lebih nyaring, pura-pura sakit, mohon belas kasihan
Seperti orang pincang, padahal itu hanya akal bulusnya belaka agar terbebas dari jerat hukum (enjak-enjok jit mategil).

Nah kira-kira seperti itu maksudnya, kupikir orang tua jaman dulu sudah jauh lebih canggih ya...!

Om Santih Santih Santih Om

Serve to all friends by: I W Sudarma, take from: catatan Patapan, 19-04-2010