Saturday, September 8, 2012

Ciri Khas Perasaan

Oleh: I W. Sudarma

Salam Kasih

Ciri Khas Perasaan "Seperti halnya seorang yang telah melayani rajanya dan diberi kedudukan, dia kemudian akan menikmati keuntungan karena jabatannya. Demikianlah ciri khas dari perasaan, yaitu mengalami dan menikmati."

Rahayu
Bali 04012012

THE BIG VISION

Oleh: I W. Sudarma, S. Ag, M.Si

Salam Kasih
Om Swastyastu

Teori Big Vision dikemukakan oleh Bhaktisvarupa Damodara Svami, yang ketika belum diinisiasi menjadi seorang rohaniwan bernama T. D. Singh, Ph.D. Menurutnya teori Big Vision adalah teori asal mula kehidupan dan penciptaan jagat raya yang terwujud berdasarkan Vedānta. Konsep sentral dari Big Vision ini adalah bahwa jagat raya mempunyai tujuan untuk membimbing para makhluk hidup pada jalan kebahagiaan yang sempurna. Karena merasa kagum terhadap benda-benda unik dan tidak dapat dipahami di dunia ini seperti hukum-hukum alam yang teratur (susunan kecerdasan, dan nilai unik dari konstanta fisika dari jagat raya. Banyak ilmuwan dan sarjana terkemuka merasa bahwa barangkali ada tujuan tertentu dari penciptaan jagat raya ini. Banyak orang berpikir bahwa jagat raya kita ini adalah sangat spesial dan memiliki suatu tujuan. Semua pernyataan ini secara tidak langsung mendukung model Big Vision Vedānta.

Menurut Vedānta, tujuan di balik manifestasi dunia material ini adalah untuk membawa para makhluk hidup yang sedang mengkhayal menuju kepada tingkat kebahagiaan yang sejati dengan membangkitkan bhakti, yoga, dan pengabdian di dalam diri setiap orang. Bhakti merupakan sifat pengabdian yang paling luhur yang menghubungkan individu dengan Jiwa Yang Tertinggi – Tuhan Yang Maha Esa dengan kerendahan hati yang paling dalam serta pelayanan yang murni. Dengan salah menggunakan kebebasan bertindak (memilih/kehendak bebas), makhluk hidup di jagat raya ini ingin mengambil peran sebagai Majikan Yang Tertinggi dan menikmati secara tidak terbatas dengan berusaha untuk memuaskan permintaan pikiran dan indera-indera yang tiada habis-habisnya. Ketika seseorang serius telah memahami kedudukannya yang salah dan telah mengalami bahwa ia tidak akan bisa mendapatkan kebahagiaan sejati secara material maka ia akan mulai bertanya, “Apakah kesalahan saya? Bagaimana caranya saya mendapatkan kebahagiaan sejati?” Maka ia akan berpaling kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk memohon pertolongan. Pencarian untuk memahami makna kehidupan yang lebih dalam ini merupakan saat penetuan (titik balik) dari kehidupan suatu individu (Bhaktisvarupa, 2003:56).

Kosmologi Vedānta didasarkan pada Big Vision yang agung dari Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan kebahagiaan tertinggi kepada seluruh makhluk hidup. Demikianlah ia memberikan jawaban terhadap pertanyaan, “Mengapa jagat raya ini diciptakan?” Oleh karena itu Vedānta menjelaskan kosmologi ketuhanan. Dalam kitab suci Bhagavadgìtā (IX.10) Tuhan Yang Maha Esa menyatakan bahwa Beliau adalah sumber dari segala sesuatu. Orang mendapatkan sekilas prinsip-prinsip dasar Big Vision dengan mengamati beberapa gejala di dalam laboratorium kosmik, antara lain: (1) Hekakat kehidupan material yang bersifat sementara, (2) Evolusi kesadaran dan keunikan dari kehidupan manusia, (3) Tuntunan dari Paramatma, Tuhan Yang Maha Esa, dan (4) Elemen-elemen kosmik (Bhaktisvarupa, 2003:56-59).

Berdasarkan uraian tersebut di atas, teori Big Vision dimaksudkan untuk membangun teori atau kosmologi yang berbasis ajaran ketuhanan, karena eksperimen manusia yang menggunakan daya nalar dan daya pikir sangat terbatas, sedang kitab suci yang merupakan sabda Tuhan Yang Maha Esa tidak diragukan lagi kebenarannya.

Berikut turut saya kutipkan ulasan Deepak Chopra terhadap karya Rabindranath Tagore Pantai Keabadian, sebagai berikut:

“Tagore mengenal dirinya sendiri dengan kejernihan dan keyakinan yang luar biasa. Dia tahu bahwa rumah sejatinya adalah keabadian. Dia tidak pergi ke mana-mana setelah mati, sebab keabadian tidak memiliki masa lalu, masa sekarang atau pun masa depan. Ilmu pengetahuan telah membuktikan pendapat ini. Benda-benda materi memang terasa padat ketika disentuh, tetapi pada level kuantum 99,999 persen dari sebuah atom sebenarnya adalah ruang kosong dan kepadatan itu akan lebur menjadi sekumpulan energi yang memancar. Energi ini tidak pernah diciptakan dan tidak pernah dihancurkan. Energi ini menyala ke luar masuk dalam wilayah prekuantum sebanyak jutaan kali setiap detiknya. Itulah satu-satunya kelahiran dan kematian dalam arti yang nyata yang bisa kita alami. Tubuh kita sama sekali bukanlah kejadian yang unik sebab tubuh kita mati ratusan kali sebelum mata anda selesai membaca satu kata dalam kalimat yang sedangkan anda baca ini. Apa yang kita sebut kematian adalah sebuah kesalahan istilah, kematian adalah sekadar terhentinya proses muncul dan hilang. Setelah menghembuskan nafas yang terakhir, kita kembali kepada situasi di mana waktu tidak ada lagi. Apa yang kita sebut maut sebenarnya adalah terhentinya kelahiran dan kematian” (Chopra, 2004:19-20).

Om Santih Santih Santih Om

SANGHYANG WIDHI (Personal & Impersonal Godhead)

Salam Kasih
Oleh: I W. Sudarma, S.Ag, M.Si

Om Swastyastu

Untuk memahami lebih jauh tentang simbol-simbol dalam agama Hindu terlebih dahulu akan kami uraikan tentang hakekat ketuhanan dalam agama Hindu. Hakekat ketuhanan atau teologi seperti pula halnya dengan ajaran agama Hindu pada umumnya, yang menjadi sumber utama adalah kitab suci Veda, yang merupakan himpunan sabda Tuhan Yang Maha Esa atau wahyu-Nya yang diterima oleh para mahaṛṣi di masa yag silam. Bila kita mengkaji kitab suci Veda maupun praktek keagamaan di India dan Indonesia (Bali) maka Tuhan Yang Maha Esa disebut dengan berbagai nama. Berbagai wujud digambarkan untuk Yang Maha Esa itu, walaupun sesungguhnya Tuhan Yang Maha Esa tidak berwujud, dan di dalam bahasa bahasa Sanskerta disebut Acintyarūpa yang artinya: tidak berwujud dalam alam pikiran manusia, dan dalam bahasa Jawa Kuno dinyatakan: "Tan kagrahita dening manah mwang indriya" (tidak terjangkau oleh akal dan indriya manusia). Bila Tuhan Yang Maha Esa tidak berwujud (Impersonal God), timbul pertanyaan mengapa dalam sistem pemujaan kita membuat bangunan suci, arca, pratima, parlingga, mempersembahkan bhusana, sesajen dan lain-lain. Bukankah semua bentuk perwujudan maupun persembahan itu ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang berwujud dalam alam pikiran manusia? Sebelum kita lebih jauh membahas tentang Tuhan Yang Maha Esa, marilah kita tinjau difinisi atau pengertian tentang Tuhan Yang Maha Esa yang dikemukakan oleh mahaṛṣi Vyāsa yang dikenal juga dengan nama Badarāyaṇa dalam bukunya: Brahmāsūtra, Vedantasāra atau Vedāntasāra, sebagai berikut: Janmādyasya yataḥ (I.1.2), yang oleh Svami Śivānanda diterjemahkan sebagai berikut: Brahman adalah asal muasal dari alam semesta dan segala isinya (janmādi = asal, awal, penjelmaan dan sebagainya, asya = dunia/alam semesta ini, yataḥ = dari padanya). Jadi menurut sūtra (kalimat singkat dan padat) ini, Tuhan Yang Maha Esa yang disebut Brahman ini adalah merupakan asal mula segalanya. Penjelasan ini sesuai dengan bunyi mantram Puruṣa Sūkta Ṛgveda, berikut:

Puruṣa evedaṁ sarvaṁ yadbhūtaṁ yacca bhavyam, utāmātatvasesā no yadannenati rohati - Tuhan sebagai wujud kesadaran agung merupakan asal dari segala yang telah dan yang akan ada. Ia adalah raja di alam yang abadi dan juga di bumi ini yang hidup dan berkembang dengan makanan. Ṛgveda X.90.2.

Demikian pula, Tuhan Yang Maha Esa sebagai sumber segalanya dan sumber kebahagiaan hidup, dinyatakan pula di dalam mantra Veda berikut:

Yo bhūtaṁ ca bhavyam ca sarvaṁ yaś cadhitisthati, svar yasyaca kevalam tasmai jyesthāya Brahmāne namaḥ - Tuhan Yang Maha Esa hadir dimana-mana, asal dari segalanya yang telah ada dan yang akan ada.Ia penuh dengan rakhmat dan kebahagiaan. Kami memuja Engkau, Tuhan Yang Maha Tinggi. Atharvaveda X.8.1.

Selanjutnya dalam Narāyaṇa Upaniṣad 2, yang kemudian dijadikan mantram bait ke-2 dari mantram Tri Sandhyā, juga menjelaskan tentang Tuhan Yang Maha Esa sebagai asal segalanya, maha suci tidak ternoda, sebagai berikut:

Narāyaṇa evedaṁ sarvaṁ yad bhūtaṁ yacca bhavyam, niskalaṅko nirañjano nirvikalpo

nirākhyātaḥ suddho devo eko Narāyaṇo na dvityo'sti kaścit - Ya Tuhan Yang Maha Esa, dari Engkaulah semua ini berasal dan kembali yang telah ada dan yang akan ada di alam raya ini. Hyang Widhi Maha Gaib, mengatasi segala kegelapan, tak termusnahkan, maha cemerlang, maha suci (tidak ternoda), tidak terucapkan, tiada duanya). Narāyaṇa Upaniṣad 2.

Difinisi atau pengertian tentang Tuhan Yang Maha Esa tersebut di atas tentu sangat terbatas, oleh karena itu kitab-kitab Upaniṣad menyatakan difinisi atau pengertian apapun yang ditujukan untuk memberikan batasan kepada Tuhan Yang Tidak Terbatas itu tidaklah menjangkau kebesaran-Nya, oleh karena itu kitab-kitab Upaniṣad menyatakan tidak ada difinisi yang tepat untuk-Nya, NETI-NETI (Na + iti, na+iti), BUKAN INI, BUKAN ITUi. Bila tidak ada difinisi yang tepat untuk-Nya, bagaimanakah kita dapat memuja-Nya? Untuk memahami Tuhan Yang Maha Esa, maka tidak ada jalan lain kecuali mendalami ajaran agama, memohon penjelasan para guru yang ahli di bidangnya yang mampu merealisasikan ajaran ketuhanan dalam kehidupan pribadinya. Tentang kitab suci atau sastra agama sebagai sumber atau ajaran untuk memahami Tuhan Yang Maha Esa, kitab Brahmā Sūtra, secara tegas menyatakan: Śāstrayonitvat (I.1.2), yang artinya: kitab suci/ sastra agama adalah sumber untruk memahami-Nya.

Kembali pada permasalahan yang dikemukakan pada awal tulisan ini, apakah Sang Hyang Widhi sama dengan Śiva atau Brahmā? Untuk menjawab pertanyaan ini, maka marilah kita kaji berdasarkan tinjauan etimologis maupun leksikal sebagai berikut: Kata Widhi (Sanskerta Vidhi) berasal dari urat kata Vidh yang artinya: sebuah aturan, peraturan atau kekuasaan, rumus, perintah, keputusan, ordonansi (peraturan setempat), undang-undang, ajaran, hukum, perintah, petunjuk (teristimewa petunjuk tentang persembahan sesuai kitab-kitab Brāhmṇa, kitab suci Veda, yang menurut Sāyaṇa terdiri dari 2 bagian, yaitu (1). Vidhi, yaitu petunjuk atau aturan seperti "yajate", ia yang mempersembahkan upacara Yajña, "kuryāt", ia yang menyajikan, dan (2) Artha-vāda, penjelasan tentang asal/makna upacara dan penggunaan mantra, yang dipadukan dengan legenda-legenda dan ilustrasi-ilustrasi) seperti disebutkan dalam Gṛhyaśrautasūtra, Manusmṛti, Mahābhārata dan lain-lain, aturan tata bahasa atau perintah, Pāṇini 1.I.57; 72, petunjuk pelaksanaan upacara atau ritual, dan lain-lain. Di dalam Mahābhārata dan kitab-kitab Purāṇa juga dalam kitab-kitab Kāvya lainnya, Vidhi disebut sebagai Sang Pencipta (creator), juga dalam Pañcarātra. Vidhi adalah salah satu nama dari Brahma sebagai pencipta atau penguasa hukum. Vidhi juga berarti hukum atau pengendali dan lain-lain. Di dalam kitab-kitab Purāṇa, Vidhi adalah nama lain dari Brahma sebagai telah disebutkan di atas, yakni sebagai Sang Pencipta. Di dalam kitab Amarakoṣa dijelaskan satu śloka tentang nama-nama Brahma di antaranya adalah Vidhi, sebagai berikut:

"Dhātābjayonir druhino Virañciḥ kamalāsanaḥ, Srṣṭhā prajāpatir vedhā Vidhātḥ viśvasṛtvidhiḥ- Brahma adalah Dhātā (yang memegang atau menampilkan segala sesuatu), Abjayoni (yang lahir dari bunga teratai, Druhiṇa (yang membunuh raksasa), Virañci (yang menciptakan), Kamalāsana (yang duduk di atas bunga teratai), Srsthā (yang menciptakan), Prajāpati (raja dari semua mahluk/ masyarakat), Vedhā (ia yang menciptakan), Vidhātā (yang menjadikan segala sesuatu), Viśvasṛt (ia yang menciptakan dunia) dan Vidhi berarti yang menciptakan atau yang menentukan, juga berarti yang mengadilinya.

Di Bali kita temukan lontar-lontar susastra Jawa Kuno di antaranya Ādiparwa (109), Udyogaparwa (5; 103), Uttarakaṇḍa (130), Sārasamuccaya (505.1), Wṛhaspatitattwa (22.8), Rāmāyana (7.22; 17.45), Ghatotkacāśraya (34.5), Sumanasāntaka (7.3), Sutasoma 11.7; 12.2), Ārjunawijaya (2.1; 68.4), Tantri Kāmaṇḍaka (62.19), Kidung Harsa Wijaya (1.6; 1.11; 2.121), Kidung Suṇḍa (3.2), Ranggalawe (8.33), Malat (7.109), Tantri Kadiri (2.124) dan Sorāndaka (1.14) yang secara jelas menyatakan kata Widhi (sanskerta Vidhi) berarti: "aturan atau perintah tertinggi, tertib alam semesta, nasib (takdir), penguasa tertinggi (Sang Hyang Widhi), pencipta (alam semesta)" dan sejenisnya.

Di samping itu kita mewarisi pula beberapa lontar bernama Vidhi Panpiñcatan yang berisi keputusan-keputusan hukum/pengadilan semacam yurisprudensi, juga lontar Widhiśāstra yang berarti pengetahuan tentang Widhi (teologi), dan lain-lain. Dengan demikian Sang Hyang Widhi adalah Tuhan Yang Maha Esa sebagai Pencipta alam semesta. Tuhan sebagai Widhi disebut bersthana di Luhuring Ākāśa, yakni di atas angkasa, nun jauh di sana. Dalam pengertian ini, tentunya Tuhan Yang Maha Esa digambarkan tidak berwujud (Impersonal God). Kapan Sang Hyang Widhi dimohon turun dan hadir untuk menerima persembahan, maka saat itu juga Beliau telah terwujud dalam alam pikiran. Wujud-wujud utama-Nya itu disebut Tri Mūrti (Brahmā, Viṣṇu dan Śiva).

Kata Śiva berarti: yang memberikan keberuntungan (kerahayuan), yang baik hati, ramah, suka memaafkan, menyenangkan, memberi banyak harapan, yang tenang, membahagiakan dan sejenisnya. Sang Hyang Śiva di dalam menggerakkan hukum kemahakuasaan-Nya didukung oleh śaktinya Durgā atau Parvatῑ. Hyang Śiva adalah Tuhan Yang Maha Esa sebagai pelebur kembali (aspek pralaya atau pralina dari alam semesta dan segala isinya). Śiva yang sangat ditakuti disebut Rudra (yang suaranya menggelegar dan menakutkan). Śiva yang belum kena pengaruh Maya (berbagai sifat seperti Guna, Śakti dan Svabhava) disebut Paramaśiva , dalam keadaan ini, disebut juga Acintyarūpa atau Niskala dan Tidak berwujud (Impersonal God).

Kata Brahman (adalah bentuk neutrum dari Brahmā) yang berarti: yang tumbuh, berkembang, berevolusi, yang bertambah besar, yang meluap dari diri-Nya, dan sejenisnya. Ciptaan-Nya muncul dari diri-Nya, seperti halnya Veda yang muncul dari nafas-Nya. Kemahakuasaan Hyang Brahmā sebagai pencipta jagat raya didukung oleh śakti-Nya yang disebut Sarasvatῑ, dewi pengetahuan dan kebijaksanaan yang memberikan inspirasi untuk kebajikan umat manusia. Bila disebut sebagai Brahmā, maka Ia adalah manifestasi utama Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta, dengan demikian Brahmā saat ini adalah Tuhan Yang Berperibadi (Personal God). Brahmā digambarkan berwajah empat (Caturmukha) dan lain-lain. Dengan demikian Hyang Widhi adalah Brahman, Tuhan Yang Tidak Berwujud dalam alam pikiran manusia (Impersonal God) sedang disebut Brahmā, ketika Ia telah mengambil wujud dalam menciptakan alam semesta beserta segala isinya.

Manifestasi utama-Nya lainnya adalah Viṣṇu. Viṣṇu manifestasi Tuhan Yang Maha Esa memelihara jagat raya dan segala isinya. Ia yang menghidupkan segalanya. Kata Viṣṇu berarti: pekerja, yang meresapi segalanya dan sejenisnya (Ibid:999). Kemahakuasaan Sang Hyang Viṣṇu dalam memelihara alam semesta beserta segala isinya didukung oleh úaktinya yang bernama Śrῑ dan Lakṣmῑ.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, jelaslah bagi kita bahwa Hyang Widhi Wasa adalah Tuhan Yang Maha Esa, Ia disebut juga Brahman dan berbagai nama lainnya. Bila Tuhan Yang Maha Esa dipuja dengan aneka persembahan, maka Ia dipuja sebagai Tuhan Yang Personal, yang berperibadi.

Untuk memahami lebih jauh hakekat ketuhanan dalam agama Hindu, telebih dahulu akan diuraikan tentang ketuhanan dalam kitab suci Veda. Di dalam kitab suci Veda, Tuhan Yang Maha Esa dan para Deva disebut deva atau devatā. Kata ini berarti: cahaya, berkilauan, sinar gemerlapan yang semuanya itu ditujukan kepada manifestasi-Nya, juga ditujukan kepada matahari atau langit, termasuk api, petir atau fajar. Deva juga berarti mahluk sorga atau yang sangat mulia.

Demikianlah, Sang Hyang Widhi adalah Tuhan Yang Ācinthyarūpa (impersonal God) dan ketika dipuja oleh umat diwujudkan sebagai Sang Hyang Brahma, Viṣṇu atau Śiva dan kepada-Nya dengan jalan Bhakti dipersembahkan aneka persembahan untuk memohon karunia-Nya. Dan semoga tidak muncul berbagai bentuk egoisme, dengan mengatakan Tuhanku lebih baik, yang lain lebih rendah.

Om Santih Santih Santih Om

TUHAN & KEHENINGAN

Oleh: I W. Sudarma

Salam Kasih

Pernyataan terbesar menganai Tuhan Yang Maha Esa adalah keheningan-keheningan dalam kata-kata dan keheningan dalam pikiran.

Bila pikiran kita hening secara totalitas itulah Tuhan Yang Maha Esa
Jika dalam pikiran tidak ada keinsyafan akan benda-benda, orang, pengalaman, relasi, meori, kesanyangan terbatas dalam waktu, ruang dan sikuensi-bila pikiran secara totalitas dan mutlak terbebas, tidak terkontaminasi dari semua hal tersebut, maka keadaan seperti itu tidak akan bernama, tanpa bentuk, tanpa kata-kata, tidak dapat dilukiskan....itulah Tuhan Yang Maha Esa

Rahayu _/I\_

LUPA

Oleh: I W. Sudarma

Salam Kasih

KETIKA Aku ingin hidup KAYA, aku lupa, bahwa HIDUP adalah sebuah KEKAYAAN.

KETIKA Aku takut MEMBERI, aku lupa bahwa semua yang aku miliki adalahPEMBERIAN.

KETIKA aku ingin jadi yang TERKUAT, aku lupa, bahwa dalam KELEMAHANku kuasaNYA memberikan aku KEKUATAN

Ketika aku takut RUGI, aku lupa, bahwa Hidupku adalah sebuah KEBERUNTUNGAN karena AnugerahNYA

Ternyata hidup ini sangat indah jika kitabtahu selalu bersyukur kepadaNYA 

Bali, 30112011*