Friday, August 24, 2012

BELAJAR SYUKUR

Salam Kasih

Berada di kampung yang dikelilingi persawahan, alam menghadirkan pesona yang menakjubkan. Dan pagi ini ketika saya berjalan di pematang sawah di pinggir kampung Gabus, saya mendapat pelajaran berharga dari perjum
paan seekor Bulus dengan seekor Tikus Sawah

Dalam pengamatan saya sepertinya perjumpaan seekor Bulus dengan Tikus kali ini tampaknya kurang bersahabat. Tampak rasa sedih, kecewa, iri bahkan mungkin benci si Bulus terhadap si Tikus.

Kira-kira dialog mereka seperti ini: Tikus yang telah kehilangan
kesabarannya akhirnya berkata kepada Bulus:

"Tuan Bulus, apakah saya telah melakukan kesalahan, sehingga Anda begitu tidak bersahabat dan membenci saya?"

Bulus menjawab: "Kalian kaum Tikus mempunyai kelincahan dan pengerat sehingga bisa dengan cepat kesana kemari bepergian mencari makan. Tapi saya mesti membawa cangkang yang berat ini, merangkak di tanah, dan berjalan lambat, jadi saya merasa sangat sedih."

Tikus menjawab: "Ohh..begitu..?! Setiap kehidupan memiliki
penderitaannya masing-masing, hanya saja kamu cuma melihat kegembiraan saya, tetapi kamu tidak melihat penderitaan kami (Tikus)."

Dan seketika, tiba-tiba ada seekor ular sanca yang besar menyelinap dan mematuk ke arah mereka, Bulus dengan cepat memasukan badannya ke dalam cangkang, sedangkan Tikus dimangsa oleh ular itu....

Akhirnya Bulus baru sadar... ternyata cangkang yang di milikinya bukan merupakan suatu beban... tetapi adalah kelebihannya...

Sahabat...jika kita renungkan dan belajar dari kisah sederhana ini,
ada pesan yang sedemikian dalam yang ingin disampaikan kepada saya, atau juga kepada kita, yaitu:
Bahwa kita sepatutnya menikmati kehidupan ini, kita tidak perlu
membandingkannya dengan orang lain. Karena kehidupan kita sejatinya adalah karunia yang istimewa. Keirihatian kita terhadap orang lain hanya akan membawa lebih banyak sakit hati dan penderitaan.

Rejeki tidak selalu berupa emas, permata atau uang yang banyak, bukan pula saat kita di rumah mewah & pergi bermobil.

Karena bukan kebahagiaan yg menjadikan kita berSYUKUR tetapi
berSYUKURlah yang menjadikan kita berbahagia.

Salam Rahayu _/I\_ I W. Sudarma
Kampung Gabus 01032012

Sera Panggang Sera Tunu

Om Swastyastu
"Sera Panggang Sera Tunu" demikianlah para tetua di Bali sering mengumpamakan orang, keadaan yang tidak ada bedanya. Secara harfiah Sera artinya Terasi; Sera Panggang: terasi dipanggang, dan Sera Tunu: terasi di bakar. Secara umum kita akan mengatakan bahwa bau terasi itu tidak sedap atau 'pengit' (bahasa Bali).

Sera Panggang Sera Tunu dipakai untuk menggambarkan suatu keadaan yang tidak mengalami perubahan yang signifikan karena dipimpin oleh orang yang memiliki karakter seperti terasi. Yang satu terasi panggang yang lainnya terasi bakar-tetapi tetap sama-sama bau. Istilah trendnya...hanya beda chasing, tapi isi/kualitasnya sama saja. Atau untuk mengungkapkan perilaku seseorang yang pura-pura baik tapi nyatanya tetap saja 'bau' seperti terasi (baca: tidak baik),
kebaikannya hanyalah kepura-puraan, untuk menutupi akal bulusnya saja. Mengatakan dirinya yang paling baik, paling benar, sedang yang lainnya tidak baik dan tidak benar. Semua saling memuji diri, dan disatu sisi menuduh yang lain tidak terpuji. Walau kenyataannya sama-sama tidak
baik...


Gambaran ini barangkali relevan untuk menggambarkan situasi negeri ini, dimana maling teriak maling. Bicara anti korupsi; nyatanya malah korup. Yang mana pejabat dan penjahat susah dibedakan, ibarat Sera Panggang dengan Sera Tunu.

Capek dehh.....!!

Om  Santih Santih Santih Om
Di tulis oleh: I Wayan Sudarma

BYE

Oleh: I W. Sudarma

Salam Kasih
Ku lihat akrabmu kian berspora
Seiring desir sepoi musim hujan yang menunggu usai
Memekarkan kelopak harapan asa peraduan
Hmmm....aku tersenyum atas kebangkitanmu

Ku rasa cengkrama guraumu kian renyah
Saling bersahutan dalam tangga nada harmoni
Lahirkan segenggam asa pengharapan
Hmmm...aku tertegun atas usahamu

Ku pahami kelopak-kelopak hatimu mekar
Memperlihatkan canda menawan
Yang kelak akan lahirkan bahagiamu
Hmmm...aku membungkuk hormat atas suka citamu

Ku sadari dawai senarku kian kendur
Tak lagi menarik untuk engkau mainkan
Dalam pentas sandiwara hidup ini
Temuilah....dia yang mengulurkan tangan untukmu
Sambutlah....dia yang menyapamu penuh kehangatan

Dan aku....tinggallah jejak di pasir
Esok hari kan sirna ditiup angin kenangan

Menyelesaikan Masalah Tanpa Masalah

Salam Kasih
Mulai dari lingkup paling inti yakni keluarga, hingga kepada suatu negara, sekiranya pepeling yang satu ini masih relevan untuk dijadikan sebagai "andel-andel" atau resep jitu untuk mengelola , menyelesaikan suatu permasalahan. Masyarakat Jawa tentu sangat familiar dengan pepeling yang tersurat dalam Serat Babat Giyanti: "Dikena Iwake, Aja Nganti Butek Banyune", yang secara bebas dapat saya terjemahkan demikian: tangkaplah ikannya, tapi jangan sampai keruh airnya.


Dalam ungkapan tersebut tersirat sebuah nasihat agar kita selalu berhati-hati dalam menyelesaikan suatu masalah. Berusaha menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah baru dan tanpa mengganggu ketenteraman lingkungan sekitar. Kata 'Iwak', atau ikan dalam ungkapan ini melambangkan masalah, 'banyu', (air), tempat dimana ikan hidup melambangkan lingkungan dimana masalah tersebut muncul, dan kata 'butek' (keruh) menggambarkan sebuah suasana yang kacau dan gelap.

Ungkapan sederhana ini menurut saya sangat baik untuk menjadi pegangan bagi siapa saja dalam menyelesaikan suatu masalah. Contoh misalnya seorang pemimpin yang bijak tentu tidak menginginkan masyarakat yang dipimpinnya menjadi kacau dan tidak aman serta tidak tenteram. Karenanya ia harus berusaha mencari jalan keluar terbaik dari setiap masalah dan meminimalkan efek buruk dari masalah tersebut.

Dengan demikian diharapkan masalah terselesaikan dan kehidupan masyarakat tetap berjalan dengan baik. Semoga pepeling ini, dapat kita jadikan 'udeg' (bahasa Bali = bekal) dalam menyelesaikan setiap masalah yang kita hadapi. Agar anak cucu kita di masa yang akan datang tidak mewarisi 'banyu butek' karena kita tidak hati-hati dan arif dalam mendapatkan 'iwak' pada masa kini.

Rahayu _/I\_ I W. Sudarma
Bali, 25/02/2012

Hulu dan Muara Itu adalah Kebajikan

Salam Kasih
API Memang Kuat, Tapi AIR Mampu Memadamkannya...
AIR Memang Kuat,Tapi MATAHARI Bisa Menghilangkannya...
MATAHARI Memang Kuat, Tapi AWAN Bisa Menghalanginya...
AWAN Memang Kuat,Tapi ANGIN Mampu Memindahkannya...
ANGIN Memang Kuat, Tapi MANUSIA Mampu Mengontrol Dengan Layarnya...
MANUSIA Memang Kuat, Tapi DOSA & NAFSU Duniawi Dapat Melemahkannya...
DOSA Memang Kuat, Tapi KEBAJIKAN Bisa Mengatasinya...
“KEBAJIKAN” Yang Akan Membawa Kita Pada Kehidupan Yang Sejati

Rahayu _/I\_ I W. Sudarma
Bali,  25/02/2012

Indah Itu Adalah....

Salam Kasih
Sahabat....
Indahnya Hidup Ketika... Ada yang Mendoakan Saat Kita Pergi...
Ada yang Merindukan Saat Kita Jauh...
Ada yang Membuat Kita Tersenyum, Saat Kita Sedih...
Ada Senyum yang Indah Saat Melihat Dirimu...
Tapi yang Terindah Dari Segalanya Adalah...
Ketika TUHAN Masih Berkenan Memberikan “NAFAS” Untuk Kita Hidup Sampai Hari Ini...


Sehingga....
Bisa tetap berjuang Tanpa Henti...
Bisa tetap bersemangat Setiap Hari...
Dan bisa menghadapai Hidup Dengan Keyakinan Pasti..!!

Rahayu _/I\_ I W. Sudarma (Jro  Mangku Danu)
Bali, 24/02/2012-2

Renungan Bijak

Salam Kasih
Sebuah kapal dibuat untuk berada di tengah lautan dan bukan hanya diam di dermaga. Demikian juga manusia dilahirkankan untuk mengarungi kehidupan dan bukan berdiam dan menunggu kehidupan ini berakhir.

Di dalam mengarungi kehidupan akan banyak ombak dan mungkin badai yang akan dihadapi, tapi itulah seni dari kehidupan. Teruslah kembangkan layar dan nikmati perjalanan kita hingga sampai ke tujuan.


Di dalam kehidupan jangan takut jatuh dan salah, setiap kesalahan yang pernah kita lakukan adalah bagian dari proses pembentukan kepribadian. Jangan selalu menyesali semua kesalahan, tapi jangan ulangi kesalahan. Sesalilah jika semua itu tidak berdampak adanya perubahan.

Mendung yang ada bukan untuk membuat langit gelap, tapi ia hadir untuk memberi kabar gembira akan sejuknya air hujan yang akan turun.

Luka bukan hanya semata untuk membuat kita tersiksa, tapi ia terjadi, agar kita tersadar bahwa kita hanyalah "Manusia Biasa”.

Indahnya Kehidupan, bukan terletak dari banyaknya harta, kesenangan, tapi terletak pada bagaimana menyikapi KEHIDUPAN ini sehingga engkau selalu bersyukur untuk segalanya.

Hidup adalah PERUBAHAN, Pola berpikir yang POSITIF lah yang akan membawa kita ke kehidupan yang lebih baik.

Rahayu _/|\_ I W. Sudarma
Disarikan dari artikel-artikel motivasi pribadi

Yang Kecil Bisa Menjadi Besar

Salam Kasih
Jika suatu ketika kita menghadapi suatu perselisihan atau pertentangan atau konflik, seyogyanyalah kita dapat menahan diri, agar masalah yang ada tidak berubah menjadi masalah besar.

Pepeling Leleuhur terhadap hal ini sering diungkapkan dengan kalimat: "Kriwikan Dadi Grojogan" Kriwikan adalah aliran air kecil dan Grojogan adalah aliran air yang besar. Kriwikan Dadi Grojogan maknanya adalah masalah kecil yang berubah menjadi masalah besar.


Memaknai Pepeling ini, kita mendapati bahwa sering kali masalah besar berasal dari masalah sepele. Masalah menjadi kompleks dan rumit karena masing-masing pihak mementingkan egonya masing-masing. Dalam kehidupan sehari-hari hal-hal seperti tersebut sangat sering kita jumpai. Misalnya, bermula dari dua pemuda yang saling ejek, dua kampung saling serang. Seperti beberapa bentrok warga di beberapa tempat di negeri ini.

Untuk menjaga agar Kriwikan tidak menjadi Grojogan, dibutuhkan kesiapan secara totalitas dalam semua aspek pergaulan, mengedepankan prinsip asih, asuh, asah, dan tentunya diikuti dengan sikap dan pandangan bahwa hidup harmonis itu lebih indah ketimbang hidup dalam perselisihan, dan permusuhan.

Rahayu _/I\_ I W Sudarma
Pepeling Leluhur, 17/02/2012
*Ungkapan Kriwikan Dadi Grojogan termuat dalam: Kidung Panji*

Wedi Rai Wani Silit

Salam Kasih
Ungkapan "Wedi Rai Wani Silit" seperti apa yang tersurat dalam "Serat Rama" (1912), berarti: "Takut bertatap muka beraninya sama anus."


Pepeling ini merupakan perumpamaan bagi seseorang yang pengecut, yang beraninya hanya mencaci maki di belakang orang, tetua di Bali mengatakan dengan istilah "demen ngukir tundung timpal (suka mengukir punggung orang lain)- tetapi saat berhadap-hadapan ia tidak berani berkata apa-apa. Bahkan, seringkali seorang pengecut pura-pura bermuka manis di hadapan orang yang sebenarnya dibencinya.

Rahayu _/I\_I W Sudarma
Pepeling Leluhur, Bali-21/02/2012
*sumber: Serat Rama, alih bahasa oleh: J. Kats (1912).

Sekadi Ngepung Layangan Pegat

Salam Kasih
Pepeling Tetua di Bali yang satu ini, kembali mengajak kita untuk menelisik diri. Ungkapan "Sekadi Ngepung Layangan Pegat", dapat diartikan demikian: Seperti mengejar layang-layang putus.

Mengejar layang-layang putus, bisa jadi adalah suatu perbuatan yang kurang berguna. Seandainya tertangkap pun akan merugi karena hasil yang diperoleh tidaklah sesuai dengan perjuangan dan pengorbanan yang dilakukan.


Ungkapan ini menyiratkan nasihat agar kita mempertimbangkan suatu tindakan dengan matang. Jangan sampai hanya karena mengikuti kesenangan, hawa nafsu, dan atau rasa marah kita terjebak dalam perilaku seperti mengejar layang-layang putus.

Selain itu, ungkapan ini juga menyiratkan nasihat agar kita mengikhlaskan sesuatu yang telah lepas dari tangan dan sulit diraih kembali, apalagi jika dipertimbangkan apa yang hilang bukanlah sesuatu yang signifikan.

Rahayu ~ I Wayan Sudarma
Pepeling Leluhur, Bali-22/02/2012

Kekayaan Hati

Salam Kasih
Gambaran tentang kekayaan hati ini dipertegas dengan Pepeling Leluhur :"Tuna Satak Bati Sanak". Ungkapan ini merupakan perekat persatuan yang ampuh. "Tuna Satak", artinya rugi harta benda/uang. "Bati Sanak", untung karena mendapatkan saudara.


Hal ini mengandung maksud bahwa sedikit merugi uang/harta benda tidaklah menjadi soal, yang penting hubungan persaudaraan tidak sampai rusak pun bubar. Atau tidak mengapa mengalah dalam urusan harta/uang, yang penting mendapat tambahan teman.

Ungkapan ini sering muncul saat orang mengadakan transaksi lalu tawar menawar. Karena yang menawar teman sendiri atau yang menjual teman sendiri, maka ketika harganya lebih mahal atau lebih murah dari harga biasanya, orang yang sebenarnya merugi segera mengikhlaskannya. Dengan pertimbangan untuk membuat puas dan senang temannya sendiri.

Rahayu _/I\_ I W. Sudarma
Pepeling Leluhur, 20/02/2012