Friday, December 23, 2011

CIRI KHAS KEWASPADAAN

Oleh: I W. Sudarma

Salam Kasih

Pertanyaan: "Apakah Ciri Khas Kewaspadaan?

Jawaban: "Mencatat dan Menyimpan di dalam ingatan adalah Ciri Khas Kewaspadaan."

Sahabat....Ketika Kewaspadaan timbul dalam pikiran seseorang, secara berulang-ulang dia Mencatat apa yang bajik dan apa yang tidak bajik, apa yang tak tercela dan apa yang tercela, apa yang tidak penting dan apa yang penting, sifat-sifat yang gelap dan terang, dan sebagainya.


Ciri pertama: mencatat, adalah seperti seorang bendahara perusahaan yang mengingatkan tuannya tentang besarnya jumlah karyawan dan jumlah asset Atau kekayaan yang ada....

Ciri kedua: Menyimpan dalam ingatan, dapat dijadikan tanda kewaspadaan-seperti orang yang mencari kategori tentang sifat-sifat yang baik dan yang tidak baik. Dia Akan berpikir: sifat-sifat yang ini menguntungkan dan yang itu merugikan. Dengan Demikian dia melenyapkan apa yang jelek Di dalam dirinya serta mempertahankan apa yang baik. Hal ini sama seperti seorang perdana menteri raja yang memberikan nasihat tentang tindakan yang benar.

Sahabat... Menyitir pesan Rsi Canakya: " Tiada Mara bahaya bagi mereka yang senantiasa waspada."

Pesan yang sama disampaikan Oleh Buddha: " kewaspadaan sangatlah membantu di manapun juga."

Dan leluhur Kita selalu menasehati dengan papeling ini: " Eling lan Waspodo."

Salam Rahayu
Bali, 23122011

Jadilah Diri Sendiri

Oleh: I W. Sudarma

Salam Kasih


"Ketika seorang terpelajar telah berhasil mengenyahkan kesombongan dengan senjata keseriusan hati, dia yang bijak itu sesungguhnya sedang memanjat teras-teras ketinggian kebijaksanaan" (I W. Sudarma)

Engkau tidak perlu menjadikan dirimu seperti apa yang orang lain harapkan-pun Jangan pernah berharap orang lain menjadi apa yang engkau inginkan.
Jadilah dirimu apa Adanya, dan Semestinya, karena dirimu adalah insan-insan yang terberkati. Dan biarkan orang lain menjadi dirinya sendiri karena Ia juga adalah insan penuh rahmat.

Mengapa saya berkata Hal ini...? Karena Kita sering terjebak bahkan terjerembab ke dalam pusaran kebimbangan dan kekecewaan , setelah mendapati orang lain bergerak tidak sesuai dengan keinginan kita.....

Saya belajar banyak Dari kekeliruan dan cara pandang salah ini-makanya saya selalu menasehati diri sendiri untuk memgembangkan diri secara maksimal, daripada sibuk kesana- kemari terlibat dalam pergunjingan.

Sahabat....pun saya tidak bisa menjanjikan apa-apa melalui apa yang saya tulis melalui status, Catatan, gambar di blog ini.....jikapun Ada yang bermanfaat-tak berlebih itu Semua adalah karma baik Sahabat semuanya-dan bukan karena saya.

Rahayu

KETEDUHANMU

Oleh: I W. Sudarma

Salam Kasih


Lama telah tanganku menjulur menadah asa
Tak terhitung berapa rentang waktu membentang
Tak terbilang berapa musim berganti
Menanti tetes teduh kasihmu

Penantianku memasuki ujung kehampaan
Dan balutan debu jalanan menyuramkan pandanganku
Atas Rona indah semesta ini
Dalam helaan napas sesak masih ku berguman
Aku masih menanti tetes teduh senyummu

Kini engkau telah hadir dan mewujud
Basahi tanganku yang gemetar
Menampung tetes cintamu
Walau Ada yang terjatuh lewat sela-sela jemari ketidaksempurnaanku
Namun tetes teduh kasih sayangmu ku genggam erat
Kini....dan selamanya

BERDOA

Oleh: I W. Sudarma

Salam Kasih


Berdoa itu wajib dan perlu. Bukan karena Tuhan yang sangat membutuhkan doa kita, namun kita sendirilah yang memerlukannya.

Dalam doa, kita bersyukur, berkeluh kesah, cemburu, protes kepada Tuhan sebagai tanda keakraban kita dengan-Nya.

Kita berdoa karena kita mengakui Dia sebagai penyelenggara, pembimbing, dan pengatur napas kehidupan kita. seperti makanan-penting bagi tubuh, demikian juga doa menjadi sumber hidup jiwa kita.

Menjadi apakah dunia dan hidup kita jika sebagai insan pendoa, kita berhenti untuk berdoa?

Namun, sudah cukupkah doa sebagai tanda keakraban kita dengan Dia?

Rahayu

Yang Terpenting

Salam Kasih

Dimana kita berdiri tidak penting, yang penting kemana kita akan melangkah ...

Siapa diri kita sekarang tidak penting, yang penting kita mau menjadi siapa dengan pribadi yang bagaimana ...

Siapa orang tua kita tidak penting, yang penting kita mau menjadi anak yang bagaimana ...

Masa lalu tidak penting, yang penting hari ini dan esok ...

Bagaimana orang memandang kita tidak penting, yang penting bagaimana kita memandang orang, dan bagaimana kita memandang diri kita sendiri ...

Berapa besar kepercayaan orang ditentukan oleh berapa besar kejujuran dan kredibilitas kita ...

Buah yang bagaimana yang akan kita petik ditentukan oleh bagaimana kita menanam ...

Bagaimana sekarang kita berproses inilah yang akan menentukan hasil akhir dari semuanya ...

Seorang pria bijak memasuki sebuah cafe dan mulai menceritakan sebuah lelucon dan membuat semua orang dalam cafe itu tertawa.
Beberapa saat kemudian pria itu mengulangi leluconnya, namun kali ini hanya beberapa orang saja yang tertawa.
5 menit kemudian pria itu kembali menceritakan lelucon yang sama, dan ternyata gak ada yang tertawa.

Pria inipun tersenyum lebar, sambil berkata:
"Bila kamu gak bisa tertawa berulang-ulang pada lelucon yang sama,
lalu mengapa kamu terus menangis berulang-ulang pada masalah yang sama?"

Note: Kesusahan hari ini cukuplah untuk hari ini ..
Tuhan selalu ada.

Salam Rahayu
by: I W. Sudarma

LUPA

Oleh: I W. Sudarma

Salam Kasih

KETIKA Aku ingin hidup KAYA, aku lupa, bahwa HIDUP adalah  sebuah KEKAYAAN.

KETIKA Aku takut MEMBERI, aku lupa bahwa semua yang aku miliki adalah PEMBERIAN.

KETIKA aku ingin jadi yang TERKUAT, aku lupa, bahwa dalam KELEMAHANku kuasaNYA memberikan aku KEKUATAN

Ketika aku takut RUGI, aku lupa, bahwa Hidupku adalah  sebuah KEBERUNTUNGAN karena AnugerahNYA

Ternyata hidup ini sangat  indah jika kita tahu selalu bersyukur kepadaNYA 

*CpJ 30112011*

Mengetahui Baik-Buruk

Oleh: I W. Sudarma

Salam Kasih


Sahabat.....baik dan atau buruk tidak hanya diketahui berdasarkan atas kaidah-kaidah kaku yang tertangkap indera belaka

TETAPI

Kita juga harus mengetahuinya dengan melatih pikiran agar tidak selalu membelenggu kita dengan penafsiran negatif terhadap orang lain

DAN

Kita mesti menggunakan hati untuk memahami segala sesuatu yang Ada di baliknya, agar kabut kekaburan bathin itu sirna, sehingga kita menemukan kemurniannya

Rahayu

Saya Tahu

Oleh: I W. Sudarma

Salam Kasih


"Saya Sudah Tahu (I Know)" Setiap kali kita mengucapkan bahwa "saya sudah tahu", sebenarnya kita sedang menutup pintu pembelajaran. Sehingga kita tidak lagi berusaha untuk mempelajari hal-hal baru. Padahal dalam kehidupan selalu ada hal baru yang dapat kita pelajari.

Rahayu

TIDAK MUNGKIN

Oleh: I W. Sudarma

Salam Kasih


Sahabat....Jika kita sering berkata "tidak mungkin (impossible)" Akan menutup berbagai pintu keajaiban.

Dengan Sikap seperti ini kita Akan sulit meraih sesuatu yang hebat. Karena hampir segala sesuatu yang Kita nikmati hari ini adalah sesuatu yang mustahil di hari kemarin.

Selalu Ada keajaiban Dari Tuhan setiap saat, bagi orang yang percaya...!!

Rahayu
Bali, 06122011

CORRECT THE MISTAKES WITH AWARENESS

By: I W. Sudarma

Salam Kasih

Dear All
A friends asked me: "Goes, It is difficult to control anger. What should one do so that I don’t get angry?

And Than I Answered: First, anger is to be tamed. Know this: when the mind is so joyful and contented, when you arein meditation and leave room for imperfections and mistakes, you don’t get angry in the first place.

Know that, no mistake can be corrected with anger. Only with awareness can anything be corrected.

Inner Peace
Bali, 18112011

KEBAJIKAN HATI---> KEINDAHAN WATAK

Salam Kasih


Sahabat......Survey membuktikan bahwa tidak akan pernah ada kedamaian hati pada mereka yang fanatik —walaupun mulutnya sedemikian mudahnya mengubar kalimat-kalimat perdamaian, mengubar kata-kata sorgawi dan atau sejenisnya. Karena apa yang kita fanatiki akan kita nobatkan sebagai ‘Tuan’ kita; tak peduli apakah ini kita sadari atau tidak. Bisa dibayangkan, betapa menderitanya batin yang diperbudak seperti ini. Makanya, batin fanatik adalah batin terbelenggu, batin sengsara.

Hanya bila ada kebajikan dan keluasan dalam HATI, saat itulah kefanatikan batin akan terguusur dan akan memunculkan keindahan dalam Watak kita.

Rahayu, Bali 21112011

Tatkala Memasuki Gerbang Spiritual

Salam Kasih


Memasuki kehidupan spiritual bukan berarti meninggalkan kewajiban kehidupan
Spiritual mesti hadir dalam keseharian baik Sebagai kebutuhan hidup maupun Sebagai kewajiban hidup
Spiritual harus diarahkan untuk menghargai keragaman sebagai kebenaran semesta
Spiritual mesti menumbuhkan rasa empaty menyuburkan rasa kasih, dan menaburkan rasa damai
Spiritual bukan tempat bagi mereka yang picik, mencari keuntungan pribadi, dan ketenaran semata
Dan spiritual bukan jalan yang bisa dikavaling- kavling bagi sekelompok orang
Karena spiritual adalah jalan semua insan

Rahayu _/|\_ I W Sudarma (Jro Mangku Danu)
also posted in: Groups Suluh Kehidupan, 28 Nopember 2011

BHAKTI

Salam Kasih

yo mam evam asammudho

janati purusottamam

sa sarva-vid bhajati mam

sarva-bhavena bharata (Bhagavadgita, XV.19)

Siapapun yang mengenal Aku sebagai kepribadian Tuhan Yang Maha Esa tanpa ragu-ragu, mengetahui segala sesuatu.

Karena itu ia sepenuhnya menekuni pengabdian suci bhakti kepada-Ku wahai putra Bharata.



Kebiasaan masyarakat kita di Bali bahkan hingga saat ini lebih familiar menggunakan kalimat mebhakti ke pura, ke sanggah atau merajan dan sebagainya, daripada menggunakan kata sembahyang walaupun tujuannya sama. Dalam bhakti sudah mencangkup aspek pelayanan, pengabdian, pembelaan, cinta-kasih dan seterusnya dan para pelakunya disebut dengan bhakta.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegarapun sikap bhakti itu diwujudkan dalam bentuk pengabdian, pembelaan dan sebagainya.

Dalam Bhagavad Gita kata bhakti mengandung makna yang sangat penting dimana Personalitas Tuhan Yang Maha Esa Krshna dengan tegas bersabda bahwa Aku hanya dapat dicapai melalui bhakti dan juga sebaliknya Beliau tunduk hanya kepada bhaktaNya.

Hal ini bisa kita cermati menjelang detik-detik pertempuran besar (bharatayudha) di Kurukstra dimana bhakta Beliau Arjuna berkata: Wahai Krshna bawalah keretaku sampai ditengah antara kedua pasukan. Dengan demikian aku dapat mengetahui siapa-siapa mereka yang siap ingin bertempur yang harus aku hadapi dalam peperangan. Agar aku dapat menyaksikan sendiri mereka yang berkumpul berbaris disini rela berkorban demi kepuasan hati putra Dristarastra yang berpikiran jahat (bhg. 1.21-23).

Karena ini adalah permintaan dari bhakta Beliau yang murni (Arjuna) maka Personalitas Tuhan Yang Maha Esa yang sekaligus sebagai kusir kereta Arjuna memenuhi permintaan itu.

Hal ini bisa terjadi hanya karena ada ikatan cinta-kasih rohani melalui bhakti yang kuat antara sang bhakta dengan Sang Personalitas Tuhan.

Arjuna yang baik hati, hanya melalui bhakti yang murni dan tidak dicampuri dengan kegiatan yang lain Aku dapat dimengerti menurut kedudukan-Ku yang sebenarnya yang sedang berdiri dihadapanmu dan dengan demikian Aku dapat dilihat secara langsung. Hanya dengan cara inilah engkau dapat masuk kedalam rahasia pengertian-Ku (bhg. 11.54).

Intinya adalah hanya melalui bhakti yang tulus dan murni Beliau bisa dimengerti tidak dengan yang lain dan tidak dengan yang lain.

Tidak sedikit orang yang sudah menyusun terjemahan-terjemahan dari kitab suci veda Srimad Bhagavad Gita, atau sudah banyak sloka-sloka Bhagavad Gita dilombakan baik dibaca maupun dihafal, atau sudah banyak yang mengutip ayat-ayat suci Bhagavad Gita sebagai bahan dharma wacana, sebagai thema diskusi, menginspirasi karya-karya tulisnya bahkan tidak sedikit yang mengoleksi kitab veda Bhagavad Gita sebagai pelengkap susunan buku-buku dalam almarinya. Tetapi sudah pasti tidaklah banyak diantara yang disebutkan diatas itu adalah seorang bhakta Krshna. Jika dia bukan seorang bhakta Krshna maka pastilah dia tidak dalam kapasitas melaksanakan bhakti kepada Krshna, dan jika dia tidak melakukan bhakti rohani kepada Krshna maka sesungguhnya dia itu tidak mengerti tentang Krshna. Inilah kebenaran weda yang disabdakan oleh Krshna itu sendiri sesuai dengan sloka diawal.

Jika sebuah kebenaran diabaikan maka ketidak benaran itulah yang mendominasi pola pikir, pola ucap dan pola laku seseorang dan jika ini yang terjadi pada kehidupan manusia maka pasti terjadi disharmonisasi hubungan antar semua mahluk ciptaan. Kecendrungan manusia masa kini berambisi menjadi penguasa dunia material, menguasai mahluk lain maka dia pasti berpikir membunuh mahluk lain bahkan sapi yang disucikan dalam kitab vedapun untuk kepuasan indriya dibenarkan. Ini juga sebuah pakta dimana dunia saat ini dihantui oleh ketakutan yang luar biasa akan krisis pangan dan energy dimasa depan padahal teknologi sudah diciptakan sedemikian rupa oleh manusia untuk memudahkan aktifitasnya tetapi tetap saja tidak menciptakan kebahagiaan bagi dirinya malahan justru semakin mencemaskan kehidupannya, disatu sisi hidup dengan gelimangan kemewahan material dan disisi yang lain bergelut dengan kemiskinan menjerit kelaparan. Semua ini terjadi sebagai akibat tidak bertumbuhnya proses bhakti manusia kepada Tuhannya.

Pertanyaannya lalu apa hubungannya antara orang kaya dan orang miskin dengan aktifitas bhakti kepada Tuhan?. jawabannya tentu bhakti kepada Tuhan itu berlaku bagi semua orang, semua mahluk, semua leluhur bahkan para dewa sekalipun. Dengan bhakti membuat semua mahluk termasuk para dewa menjadi sadar dan hanya tergantung kepada Tuhan dan tidak kepada yang lain, inilah kekuatan luar biasa dari bhakti kepada Tuhan.

Dengan bhakti manusia menjadi sadar akan identitasnya yang sejati yaitu sebagai pelayan (dasa). Melalui bhakti manusia yang hidup dengan gelimangan kekayaan menjadi sadar ternyata masih banyak kaum miskin (saudaranya) yang perlu dibantu dan akan mengerti bahwa semua yang ia miliki sesungguhnya adalah milik Tuhan.

Dengan bhakti membuat kaum yang miskin menjadi termotifasi untuk bekerja lebih keras karena dia tahu Tuhan saja tidak pernah absen dari kegiatan kerja. Sebab kalau Aku tidak selalu bekerja tanpa henti-hentinya orang tidak akan mengikuti jalan-Ku itu dalam segala bidang apapun. Dunia ini akan hancur jika Aku tidak bekerja; Aku akan menjadi penyebab kekacauan itu dan kemusnahan manusia ini semua (bhg.3.23-24).

Jika proses bhakti dilakukan oleh semua mahluk hidup maka kesejahteraan lahir dan batin pasti tercipta dengan sendirinya, jika kesejahteraan lahir-batin menyelimuti kehidupan semua mahluk pasti dikuasai oleh keamanan, kedamaian, kebahagiaan dan seterusnya, itulah kesaktian dari bhakti.

Pertanyaan berikutnya tentu bagaimana cara melakukan bhakti kepada Tuhan di zaman kali?

Ini pertanyaan yang cerdas jika ada yang mempunyai pertanyaan seperti ini maka itu sudah termasuk bagian dari pelaksanaan bhakti itu sendiri.

Dalam Srimad Bhagavatam Skanda 7 Bab 5 Sloka 23-24 Prahlada Maharaj berkata:

Sembilan cara bhakti tersebut adalah

1. Memdengar nama-nama suci, bentuk-bentuk, sifat-sifat dan kegiatan-kegiatan sukacita rohani Visnu (sravanam).

2. Mengucapkan semua itu (kirtanam)

3. Mengingat semua itu (smaranam)

4. Melayani kaki padma Beliau (pada-sevanam)

5. Memuja Beliau (pujanam atau arcanam)

6. Menyampaikan doa-doa kepada Beliau (vandanam)

7. Menjadi pelayan Beliau (dasyam)

8. Menganggap Beliau sebagai teman yang palin baik (sakhyam)

9. Menyerahkan segalanya kepada Beliau dengan kata lain melayani Beliau dengan badan, pikiran dan kata-kata (atma-nivedanam).

Semoga kedepan cara-cara beragama kita semakin baik dan semakin baik lagi sesuai dengan zaman dan kitab suci veda melalui tuntunan seorang guru kerohanian tentunya.

Om Namo Bhagavate Vasudevaya

Oleh: I Wayan Sudarma

sahabat

Oleh: I W. Sudatma

Salam Kasih

Sahabat....Tahu kah Anda hubungan antara 2 bola mata manusia ? Mereka berkedip bersama, bergerak bersama, menangis bersama, melihat bersama dan tidur (merem)pun bersama
Walau mereka tdk pernah melihat satu sama lain.

Persahabatan harusnya seperti itu.

Walaupun tidak pernah saling bertemu atau melihat,,, tapi kita harus selalu bersama berbagi suka dan duka. (Menegur, Menyapa, Mengingatkan). Jadikan
Minggu ini adalah " MINGGU TEMAN SEDUNIA " jika kamu menerima pesan ini berarti ada orang yang yidak mau kehilangan kamu sebagai sahabatnya.

.♥ ({}) Rahayu :)

SATU HAL

Oleh: I W. Sudarma

Salam Kasih


Satu Hal yang membuat Kita bahagia adalah CINTA

Satu Hal yang membuat Kita bertambah dewasa adalah MASALAH

Satu Hal yang membuat kita hancur adalah PUTUS ASA

Satu Hal yang membuat kita maju adalah USAHA

Satu Hal yang membuat Kita kuat adalah DOA

Satu Hal yang membuat Kita selamat adalah WASPADA

Salam Rahayu
Bali, 05112011

TIDAK BISA

Oleh: I W. Sudarma

Salam Kasih


Manakala Kita berkata "saya tidak bisa-I can't"

MAKA

Saat itu pikiran Kita Akan tertutup untuk mencari jalan dan mencoba.

SEBALIKNYA

Jika kita berkata "saya bisa-I can"
Maka kita masih bisa membuat otak Kita bekerja mencari jalan

Rahayu

Dialog pagi

Oleh: I W. Sudarma

Salam Kasih

Saya: "Tuhan hari ini aku menghadapMu, tapi Aku tidak membawa persembahan apapun, semoga engkau berkenan ya Tuhan..."

Tuhan: "Anakku, aku tidak membutuhkan apa-apa darimu, engkau persembahkan doa; semua bahasa ciptaanKu, kau persembahkan buah, air, dupa, bunga; semuanya ciptaanKu, bahkan jikalau engkau mempersembahkan dirimu sekalipun; dirimu adalah ciptaanKu. Aku tidak menikmati semua itu, tapi Sebagai tanda bhakti dan syukurmu Aku menerima setiap bentuk pemujaan dan persembahan-dan itu semua demi untukmu-untuk kalian...!!

Aku Butuh Tukang Kritik

Salam Kasih

Di sebuah desa hiduplah seorang bijak yang sangat dihormati Oleh penduduk. Dalam setiap wacananya selalu membuat penduduk desa kagum, bangga, dan sudah tentu mendapatkan kedamaian hati.

Namun Demikian penduduk desa Merasa terusik dengan keberadaan seseorang yang selalu saja mengkritisi, wacana orang bijak tersebut. Sehingga Kali orang ini hadir Dalam wacana itu, penduduk desa langsung mencibir, dan menjauhinya. Bahkan dalam kehidupan sosial orang ini juga disisihkan. Namun Demikian orang bijak tersebut selalu melayani diskusi, kritik orang tersebut dengan santai dan tenang.

Hingga suatu hari, Si tukang kritik tersebut meninggal-dan penduduk desa menjadi riang, berpikir bahwa wacana orang yg dia hormati tidak Akan terganggu lagi, dan mereka Akan dengan khusuk mendalami wacana tersebut.

Namun sepeninggal Si tukang kritik, orang bijak tersebut justru menjadi sedih, dan sering murung. Kemudian penduduk desa pun bertanya, mengapa Ia sedemikian bersedih. Orang bijaksana tersebut berkata, bahwa Si tukang kritik sangat berjasa, karena Ia selalu mengingatkan dirinya. Tanpa Si tukang kritik-barangkali Ia bisa menjadi angkuh, lupa diri dan sebagainya.

Sahabat.....dalam hidup ini Kita justru membutuhkan orang lain yang senantiasa mengingatkan kita, kita membutuhkan mereka, kita memerlukan masalah untuk menjadikan diri kita semakin awas, semakin waspada, dan semakin bijaksana

Semoga kisah ini bermanfaat bagi kesabaran dan kesadaran Kita semuanya

Salam Rahayu
DIY, 08122011
Serve with love by: I W. Sudarma

KEKUATAN DOA

Salam Kasih

Sahabat....Pernahkah ...saat kau duduk santai dan menikmati Hari,
dalam seketika kau ingin berbuat sesuatu untuk orang yang kau sayangi?
Itu adalah TUHAN ...yang sedang berbicara denganmu melalui berkat
-Nya.


Pernahkah ...
saat kau sedang sedih, kecewa tetapi tidak Ada org yang disekitar mu
yang dapat kau curhati? Itulah saat dimana TUHAN menginginkanmu untuk
berbicara pada-Nya.

Pernahkah...
saat kau memikirkan seseorang yang sudah lama tak kau temui, Dan
seketika itu juga kau bertemu dengannya atau menerima telp darinya?
Itu adalah kuasa Tuhan. Tidak Ada namanya kebetulan.

Pernahkah ...
kau menerima sesuatu yang tak kau harapkan, yang tak sanggup kau
dapatkan, yang kau ingin kan ? Itu adalah Tuhan ...
yang mengetahui keinginan suara hatimu.

Pernahkah ...
kau berada dalam situasi yang buntu, tidak tahu cara perbaikinya
bagaimana luka itu hilang atau sembuh, kau harus sadari bahwa Itu
adalah saat dimana Tuhan... mengijinkan pencobaan untuk mu, sehingga
kau memperoleh hari yang lebih cerah.

Apakah kau pikir tulisan ini tak sengaja terkirim padamu ?

TIDAK!

Melalui aku, Tuhan sedang memikirkanmu !!!

Marilah berdoa...

Wahai Tuhan...
Aku tahu bahwa Kau memperhatikan Ku.
Dan aku sangat bersyukur atas berkat-Mu.
Apapun yang telah aku doakan, Kau-lah yang mengetahui yang terbaik untukku.
Ketika aku melihat nama2 penerima tulisan ini,
Dan melihat tulisan ini terkirim juga kepadaku;
Aku tahu bahwa Ada "DOA" & harapan yang baik" telah dipanjatkan untuk setiap Kita sehingga
Kita hidup dalam kemenangan bersama Tuhan Hari ini....

Bersukacitalah sahabatku..
HE knows the best for you. Because He Love you.

Salam Rahayu
Inspirated dr: diskusi C-Net "Makna Hidup"
DIY 09122011, serve By: I Wayan Sudarma

Cinta dan Maaf

Oleh: I W. Sudarma

Salam Kasih

"Dalam setiap maaf itu selalu terdapat cinta. Maaf dan cinta dua kata yang mudah untuk di ucapkan tetapi sulit di jalankan. Buktinya banyak perkawinan yang di rajut dari kata cinta jadi berantakan lantaran tak ada lagi kata maaf. Tak sedikit persahabatan berubah menjadi permusuhan karena kedua pihak gagal memaknai dua kata tersebut.

Ketika kita mampu mengatakan mencintai seseorang seperti mencintai diri sendiri semestinya juga harus berani meminta maaf dan memaafkan. Itulah hukum cinta kasih Hyang Widhi.

Maaf sesungguhnya merupakan hadiah bagi kita karena setelah itu kita akan terbebas dari rasa lelah bahkan sakit akibat memendam rasa di hati."

Salam Rahayu

Mekanisme Perbuatan

Oleh: I W. Sudarma

Salam Kasih

Dalam mekanisme tindakan atau perbuatan manusia, kekuatan pendorongnya adalah keinginan-keinginan yang disebabkan oleh VASANA atau sifat dasar pembawaannya. Namun manusia memiliki kemampuan yang unik untuk memilih dan menentukan tindakannya. Kemampuan ini tidak dimiliki oleh mahluk-mahluk yang lain. Dengan menggunakan kemampuan ini, manusia dapat memperbaiki sifat dasar pembawaannya dan mencapai puncak kesempurnaan.


Setiap tindakan merupakan akibat keinginan manusia dan keinginan merupakan manifestasi kecendrungan kita. Jadi apabila kita berkecendrungan pada judi dan spekulasi, maka akan timbul keinginan untuk berspekulasi dan main judi, Keinginan dibantu oleh kecendrungan akan memaksa manusia untuk mengunjungi tempat-tempat perjudian dimana ia akan melampiaskan keinginannya. Kecendrungan atau sifat dasar manusia ini merupakan sebab utama segala macam keinginan dan perbuatan manusia. Ini pula yang menyebabkan kegelisahan dan ketidakpuasan dalam dirinya.

Dalam bahasa Sanskerta , Vasana berati "Wangi". Setiap individu memiliki vasana dan kepribadian manusia ditentukan olehnya. Dalam arti lain, seorang individu sebenarnya hanya perwujudan vasana. Kelainan dalam pribadi-pribadi manusia ditentukan oleh vasana. Setelah melampaui vasana, manusia tidak lagi menjadi gelisah dan ia mencapai tingkat kemuliaan. Apabila vasana manusia telah terbakar habis ia akan sampai pada tujuannya, yaitu menyadari sifat sebenarnya, yang mulia. Hanya manusia yang dapat membebaskan dirinya dari vasana yang merupakan sifat pembawaannya. Ia dapat menggunakan kemampuannya untuk memilih jalan yang benar. Apabila ia berupaya dan mengikuti anjuran-anjuran kitab suci, ia dapat melepaskan sifat pembawaannya dan menyadari sifat sebenarnya yang mulia itu.

Jadi apabila kita melihat kebelakang memang selama ini kita menjadi korban tindakan-tindakan kita sendiri, namun kita dapat menjadi arsitektur bagi masa depan yang gemilang. Hendaknya manusia tidak melihat kebelakang. Lihatlah ke depan dan gunakan segala daya upaya untuk mencapai tujuan yang mulia.

Source: www.dharmavada.wordpress.com

MENGUBAH SEL KANKER MENJADI SEL NORMAL

Oleh: I Wayan Sudarma

Salam Kasih

Dokter Li Feng di Taiwan University Hospital pernah mengidap kanker limpa. Orang yg menderita penyakit yg sama dgn dirinya, ada yg sudah koma, bahkan ada yg sudah meninggal, tapi beliau justru masih hidup dgn sehat. Rahasianya adalah: sama sekali tdk tergantung pd pengobatan, dan setiap hari menjaga kondisi organ tubuhnya, terutama sel-sel tubuhnya. Oleh krn itu, harus hidup dgn bahagia, mengkonsumsi makanan yg hambar (sederhana), hidup dgn teratur, tidur lebih awal dan bangun lebih pagi, dan secara teratur melakukan meditasi & olahraga.

Dua motto hidupnya yg terkenal adalah :
"Di saat orang bahagia, sel tubuh sangat sempurna, seperti anak muda yg berusia 18 tahun; di saat orang marah, sel tubuh akan berubah menjadi seperti orang tua yg berusia 80 tahun, lusuh dan mengkerut!"
"Jangan menyiksa sel tubuh kita sendiri; makan berlebihan & begadang atau tidak tidur, adalah penyiksaan thdp sel tubuh!"
Orang-orang yg suka bergadang di kota besar umumnya baru mulai tidur jam 4 pagi, Dokter Li Feng justru sudah bangun. Terlebih dulu meminum segelas air putih, lalu mulai bermeditasi, berolahraga.
Setelah makan semangkok bubur 5 jenis padi-padian, jam 7 pagi ia berangkat kerja; setiap malam jam 8 di saat org kantoran masih sibuk lembur, Dokter Li Feng sudah mulai bermeditasi, dan jam 9 malam waktunya beliau tidur.
Makanannya sangat sederhana & hambar, siang hari makan sayur & nasi yg dimasak sendiri, makan malam hanya mengkonsumsi sebanyak 1/2 atau 1/3 porsi di siang hari, makanannya sehari-hari adalah sayur-sayuran ditambah dgn padi-padian.

Sulit dibayangkan bahwa 30 tahun yg lalu Dokter Li pernah mengidap kanker limpa, para dokter kanker yang dulu mengobatinya bahkan ada yg telah meninggal dunia, Dokter Li bahkan masih hidup sehat hingga saat ini.

Jika ditanya mengapa, mungkin jawaban yg tepat adalah : Beliau skrg hidup dgn "sangat menghargai/menghormati sel tubuh..Salam Rahayu-Semoga Bermanfaat *Dont Worry Be Healthy*

Pertentangan dalam Dualitas

Oleh: I W. Sudarma

Salam Kasih

Inspirasi Hari Ini:
uang Rp 20,000an kelihatan begitu besar bila dibawa ke kotak DANA PUNIA
tapi begitu kecil bila kita bawa ke mall…

10 menit terasa terlalu lama untuk BERDOA, tapi betapa pendeknya waktu itu untuk PACARAN…dan KARAOKE...

betapa lamanya 2 jam berada di PURA, tapi betapa cepatnya 2 jam berlalu saat menikmati pemutaran film di bioskop…

susah merangkai kata untuk dipanjatkan saat berdoa, tapi betapa mudahnya cari bahan obrolan bila ketemu teman atau pacar...

betapa serunya perpanjangan waktu di pertandingan bola favorit kita, tapi betapa bosannya bila DHARMA WACANA, kelamaan bacaannya…

susah banget baca BUKU TENTANG AGAMA, tapi novel best-seller 100 halaman pun habis dilalap…

orang-orang pada berebut paling depan untuk nonton bola atau konser, tapi berebut paling belakang bila SEMBAHYANG di pura agar bisa cepat keluar…

susahnya orang mengajak partisipasi untuk CERAMAH,
tapi mudahnya orang berpartisipasi menyebar gossip…

kita begitu percaya pada yang dikatakan koran, tapi kita sering mempertanyakan apa yang dikatakan KITAB WEDA…

begitu banyak orang segan/takut dipanggil sama boss, pejabat, dan orang "besar" lainnya, tapi begitu banyak orang yang cuek jika ada panggilan BERDOA/ IDA SANG HYANG WIDI WASA..

kita bisa ngirim ribuan jokes lewat email, bbm, tapi bila ngirim yang berkaitan dengan ibadah sering mesti berpikir dua-kali…

TUHAN berkata : jika engkau lbh mengejar duniawi drpd mengejar dkt dg Ku maka Aku berikan, tapi sadarilah pula dampak buruknya, krn hal itu takkan pernah membawamu kembali padaKu

Hayooo masih mikir2 juga tuk ngirim ini kesemua orang..?:)
Kirim balik yah jika kamu peduli sesama :)

Rahayu

Tubuh seperti Meja

Oleh: I W. Sudarma

Salam Kasih
"Tubuh kita dapat diibaratkan dengan meja empat kaki; ketika salah satu kaki patah, ia tidak dapat berdiri dengan mantap. Begitu juga dengan tubuh kita yang bergantung pada kama, pikiran, iklim, dan nutrisi. Ketika salah satunya terganggu, ia tidak akan panjang umur."

Rahayu

Hukum Kepastian

Oleh: I W. Sudarma

Salam Kasih
"Saat kita berbuat kebajikan-memang tidak langsung akan berbuah bahagia-tapi di saat yang sama kita telah terhindar dari dosa. Saat kita berbuat ketidakbajikan-memang tidak di langsung berbuah derita-tapi di saat yang sama kita telah menjauhi bahagia."

Salam Rahayu-CpJ 18122011

Batin Kotor Penyebab Penderitaan

Oleh: I W. Sudarma

Salam Kasih

"Perbuatan-perbuatan bajik tidak menyakitkan hasilnya tetapi mungkin kita sulit melakukannya karena kemelekatan dan kebencian kita

Padahal kekotoran batinlah yang menyebabkan kita menderita, bukan perbuatan bajik.

Perbuatan-perbuatan jahat menyakitkan hasilnya, tetapi mungkin kita senang melakukannya karena kebodohan kita. Kemudian bila hasilnya datang, kita harus menderita."

Salam Rahayu, Bali-19122011-1

Monday, December 19, 2011

POHON DUNIA (Bhagavadgita XV)

Oleh: I W. Sudarma

Salam Kasih

Bersabdalah Yang Maha Pengasih:
1. Dengan akar-akarnya yang tumbuh ke atas dan cabang-cabangnya yang menurun, Ashvattha (pohon beringin yang abadi) ini dikatakan sebagai yang tak dapat dihancurkan. Dedaunannya adalah mantra-mantra Veda. Seseorang yang kenal akan pohon ini, kenal akan Veda-Veda.

Di sini Sang Kreshna menerangkan atau menggambarkan Prakriti (kosmos, alam semesta, atau dunia) sebagai pohon beringin yang abadi, yaitu Ashvattha. Kata Asvattha berarti 'tidak stabil' atau 'selalu bergoyah.' Pohon ini dipercaya oleh orang-orang Hindu sebagai sebuah pohon beringin yang mempunyai akar-akar yang tumbuh ke atas, dan cabang-cabangnya tumbuh ke bawah. Sebenarnya bukahkah dunia ini sama saja ibarat pohon beringin ini, yang abadi tetapi selalu tak pernah stabil, karena ia lahir dari Sang Maya. Akar-akar pohon ini tumbuh ke atas, ini diartikan terpusat kepada Yang Maha Esa. Jadi dunia atau alam kosmos atau Prakriti atau Sang Maya adalah ibarat pohon beringin yang tak stabil ini, yang sebenarnya terpusat atau berakar pada Yang Maha Esa, Yang Maha Abadi dan Stabil. Yang Maha Abadi inilah sebenarnya Unsur Yang Abadi dan Stabil dan bukan alam semesta dengan segala efek-efeknya. Tetapi hanya manusia yang penuh dengan vairagya (lepas dari keterikatan duniawi) saja yang dapat melihat 'pohon-dunia' ini di dalam Yang Maha Esa dan sadar bahwa dunia ini sebenarnya berakar atau terpusat pada Yang Maha Pencipta dan Abadi.

Akar-akar pohon ini adalah Sang Maya, pohon beringin adalah Prakriti atau alam kosmos ini, dan tempat akar pohon ini berasal adalah Yang Maha Esa. Daun-daun dari pohon ini adalah mantra-mantra Veda-Veda. Dedaunan yang rindang ini diartikan sebagai ilmu pengetahuan sejati atau kasih Yang Maha Esa yang memberikan naungan atau keteduhan kepada mereka-mereka yang ingin berlindung dibawah pohon beringin yang rindang ini. Dengan kata lain dalam perjalanan hidup di dunia ini, kita semua dapat mencari keteduhan dan perlindungan dengan mempelajari mantra-mantra atau ajaran-ajaran Veda, ajaran atau pikiran-pikiran agung para resi dan orang-orang suci pada masa-masa yang telah lama silam, ajaran-ajaran ini tercakup dalam Veda-Veda dan kitab-kitab suci lainnya.


2. Ke bawah dan ke atas tersebar cabang-cabang pohon ini. Pohon ini mendapatkan sarinya dari guna-guna. Obyek-obyek indra adalah putik-putiknya. Menurun ke bawah, tumbuh lagi akar-akarnya yang lain, akar-akar ini menjadi pengikat setiap tindakan di dunia manusia ini.

Pohon ini mempunyai banyak cabang yang tumbuh ke atas dan juga tumbuh ke bawah. Cabang-cabang ini diartikan sebagai jiwa-jiwa Cabang-cabang yang mencuat ke atas adalah para dewa, yang ke bawah adalah manusia, fauna, flora, reptil, serangga, dsb. Semua cabang-cabang ini mendapatkan hidupnya dari sari atau makanan, dan makanan ini adalah air, udara, dan lain sebagainya. Yang disebut sari atau makanan ini adalah ketiga guna (sifat-sifat alam dari Prakriti). Sayang sekali kita manusia sering sekali atau setiap kali lebih tertarik akan sari atau makanan pohon kehidupan ini dan tidak sadar akan fungsi akar-akar yang ke atas yang terpusat pada Sang Pencipta. Kita lebih tertarik atau terikat pada guna, padahal itu hanyalah makanan atau penunjang dari cabang-cabang dari pohon kehidupan ini. Subyek utamanya malahan terlepas dari perhatian kita, karena enak dan nikmatnya makanan ini. Sang Pohon ini juga memiliki putik-putik bunga dan ini diartikan sebagai obyek-obyek luar atau eksternal (vishaya). Pohon beringin kehidupan ini juga mempunyai bentuk akar-akar yang lain yang menjuntai ke bawah. Akar-akar ini menurun dan mengikat pohon ini ke tanah. Akar-akar yang ke bawah ini diartikan sebagai vasana, trishna, raga-dvesha, semuanya ini adalah keinginan-keinginan dan nafsu-nafsu duniawi dan badani, yang mengikat pohon atau kehidupan ini pada karma (aksi) dan hukum-karmanya, mengikat kita semua pada kelahiran dan kematian yang tak ada henti-hentinya. Akar-akar yang tersembunyi di dalam tanah ini (vasana) mengikat manusia dunia ini ke dalam lingkaran-lingkarannya yang tak ada putus-putusnya.

3. Di sini tak dapat dibedakan bentuk asli Pohon ini, juga tidak akhir, asal, dan dasarnya. Tertancap kuat pohon Ashvattha ini. Tebaslah pohon ini sampai tumbang dengan senjata tak-keterikatan.

4. Dengan begitu dikau akan meniti jalan ke mana tak ada jalan kembali, dan dengan begitu dikau akan mencapai Yang Maha Utama Yang dariNya terpancar keluar Proses Kosmos ini (energi yang telah ada semenjak masa yang amat silam).

Sayang manusia tidak melihat atau menyadari Pohon ini secara keseluruhannya, dan tak mengerti akan kepentingan pohon ini. Manusia lebih terserap kepada daun-daunnya, pada buah-buah dan putik-putiknya, dengan kata lain manusia terjebak pada rasa manis dan kenikmatan yang dikeluarkan pohon ini dan langsung terjebak di dalamnya, dalam ilusi duniawi. Pohon ini sendiri tampaknya tidak bermula dan tak ada akhirnya; siapa pula yang akan pernah tahu akan asal-mulanya dan akhirnya? Bukankah Pohon ini berasal dari Sang Maya? Tetapi Sang Maya ada asal dan akhirnya, yaitu Yang Maha Pencipta. Sedangkan Sang Maya atau pohon Kehidupan ini sebenarnya hanyalah pantulan atau ilusi. Dan selama kita sibuk berkelana di hamparan luasnya pohon kehidupan ini, selama itu juga kita akan sesat di dalamnya tanpa jalan keluar karena begitu luas dan banyaknya jalan-jalan yang salah di dalamnya seakan-akan tanpa akhir. Maka di situ-situ juga kita akan berkelana tanpa pernah tahu akan hal-hal yang berada di luar itu, yaitu Sang Empunya pohon ini. Jalan satu-satunya untuk keluar dari pohon ini adalah menebasnya sama-sekali dan jalan atau metode ke arah penebasan ini adalah dengan menebas rasa keterikatan duniawi kita secara total dan pasrahkan hasilnya kepada Sang Kreshna, kepada Yang Maha Esa, dan la akan menyelamatkan kita semua dan menyatukan yang menebas pohon kehidupan ini, denganNya. Jalan ketidakterikatan duniawi ini berulang-ulang ditekankan dalam Bhagavat Gita karena inilah faktor yang amat vital untuk menyadari atau menyingkapkan kebodohan kita, agar terbuka ilmu pengetahuan yang sejati, ilmu tentang arti dan hakikat dari kehidupan ini yang sebenarnya, agar tercapailah kesatuan antara kita denganNya, yang menjadi tujuan utama mengapa kita dilahirkan sebagai manusia yang berakal-budi, tidak seperti ciptaan-ciptaan yang lainnya yang berbentuk fauna, flora dan benda-benda tak bergerak. "Seseorang yang dirinya tak terikat pada obyek-obyek luar, mendapatkan kebahagiaan yang ada di dalam dirinya sendiri," kata Bhagavat Gita, dan lagi, "Seseorang yang telah melepaskan semua keinginan, dan hidup bebas dari keterikatan, mendapatkan ketenangan."
Kebebasan dari keterikatan adalah penting dan perlu dihayati bagi seseorang yang ingin kenal dengan Yang Maha Esa, karena ini sudah merupakan syarat yang tidak dapat ditawar-tawar lagi, dan kebebasan dari keterikatan ini harus dilaksanakan secara sadar dan tulus dan tidak dapat dibuat-buat. Sang Jiwa di dalam raga kita harus disadarkan dari ilusinya dan sang jiwa ini (bukan Sang Atman yang bersemayam di dalam jiwa ini!) harus melepaskan keterikatannya akan uang, harta-benda, berbagai miliknya seperti rumah, keluarga, negara, posisi, kedudukan, kemasyhuran dan sebagainya. Bukan berarti semua ini harus diabaikan atau ditinggalkan tanpa tanggung-jawab, tetapi rasa memiliki semua itu harus ditanggalkan, dan orang ini harus hidup secara amat sederhana saja, dengan merasa semua itu hanyalah titipan atau ilusi yang dapat datang dan pergi setiap saat. Bukankah agama-agama besar lainnya juga menyiratkan hal yang sama, bahwa harta-benda duniawi ini sebenarnya hanyalah pengikat jiwa kita ke dunia ini, dan selama jiwa kita terikat pada dunia ini, bagaimana mungkin sang jiwa membersihkan dirinya agar menjadi suci dan bersih dan mengenal Tujuannya Yang Sejati?

Jadi usahakanlah semaksimal mungkin untuk tidak terikat kepada dunia atau pohon kehidupan ini, bekerjalah demi dharma-bhakti kita kepadaNya semata. Hidup dan bekerjalah demi Ia semata dengan motto atau semboyan, "Aku ini sebenarnya tak memiliki apa-apa, dan aku ini sebenarnya bukan apa-apa." Dengan menjadikan diri kita nol-besar dan tak memiliki apapun juga di dunia ini, maka akan turunlah Berkah Yang Maha Besar, yang kemudian akan menuntun pemuja ini ke arahNya yang abadi dan pasti. Ia hanya dikenal oleh mereka yang tak memiliki apapun di dunia fana ini selain dari DiriNya Yang Sejati. Cobaan yang maha berat sebenarnya bukan harta-benda, milik atau rasa hormat atau pun keluarga, tetapi adalah diri kita sendiri. Pengorbanan atau tak-keterikatan yang sejati sebenarnya adalah pemasrahan total dari diri kita sendiri. Kita mungkin bisa tak terikat pada harta-benda duniawi, tetapi selama kita belum melepaskan rasa ego kita, maka jalan kepadaNya masih terasa amat jauh atau bahkan nampak sia-sia saja. Kata seorang sufi yang suci, "Percuma saja mengganti baju dan cara makanmu, percuma saja engkau menyantap sehelai rumput selama hidupmu atau hanya memakai sehelai baju selama hidupmu, atau mengasingkan dirimu jauh dari masyarakat kalau engkau masih terbius oleh ego juga. Rasa ego sebenarnya juga salah satu keinginan atau nafsu diri yang amat licik dan lincah mempermainkan dan menipu seseorang." Seseorang yang benar-benar tak terikat pada dunia ini adalah yang secara lahir dan batin telah berpasrah total kepadaNya. Orang semacam ini tak meminta atau bernafsu apapun juga, ia hanya menerima apa yang diberikan oleh Yang Maha Esa, ia hanya menerima semua kehendak Yang Maha Esa secara utuh dan tulus dan merasa puas dengan apa saja yang diterimanya. la selalu berdoa kepada Yang Maha Kuasa, "Tuhan, Engkau Maha Tahu, akan apa terbaik dan pantas untukku." Om Tat Sat.

Seseorang pernah bertanya kepada seorang sufi mistik yang bernama Junayd Baghadi, agar memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa, supaya sang sufi dapat melihat Tuhan Yang Maha Esa. Orang itu yakin bahwa Yang Maha Esa akan memenuhi permintaan sang sufi yang suci ini. Tetapi apa jawab sufi ini? la berkata dengan tenang, "Aku telah beritikad tidak meminta atau menginginkan sesuatu. Bukankah Nabi Musa pernah meminta melihat Tuhan dan doanya tak terkabul, sedangkan Nabi Muhammad mendapatkanNya tanpa pernah memintanya? Suatu waktu nanti kalau sudah tiba saatnya, maka Yang Maha Kuasa akan menghapus semua rintangan dan memperbolehkan aku melihatNya sendiri tanpa aku harus memintanya." Dengan cara berpasrah total kepadaNya, tanpa keterikatan duniawi, tebaslah pohon kehidupan yang penuh dengan ilusi ini, agar tampak Sinar Terang Ilahi menuntun kita kepadaNya juga. Caranya dengan sekali lagi bertekad untuk tidak terikat kepada semua unsur atau obyek-obyek duniawi ini dan hanya berpasrah total kepadaNya dan menerima semua kehendakNya sebagai pemberian dariNya.

5. Mereka pergi ke Rumah Yang Tak Dapat Dihancurkan, mereka ini tak memiliki rasa keangkuhan dan rasa moha (cinta-kasih yang mengikat), yang telah menang dan bangkit atas keterikatan yang baik dan buruk, yang selalu terpusat pada Sang Adhyatman, yang telah meninggalkan nafsu-nafsunya, yang telah bebas dari rasa dvandva (rasa dualisme yang saling bertentangan), dari kenikmatan dan penderitaan.

6. Tiada surya atau pun chandra atau agni yang bersinar di sana; tiada juga yang setelah sampai di sana kembali lagi. Itulah kediamanKu yang suci dan agung.
Maka mereka ini pun pergi ke tempat yang tak ada jalan kembali ke dunia ini. Mereka-mereka ini yang hati dan hidupnya sederhana dan tak terpengaruh oleh noda-noda duniawi. Mereka yang telah mengalahkan semua ikatan-ikatan duniawi, nafsu dan emosi, yang hidupnya terfokus atau terpusat pada Sang Adhyatman, Yang Bersemayam di dalam diri mereka masing-masing, Sang Atman. Mereka ini hidup di dalam Rumah Abadi Sang Kreshna, dan di Rumah ini tak diperlukan cahaya mentari, rembulan atau pun cahaya api untuk meneranginya karena cahaya Sang Kreshna Sendiri sudah tak tertandingi terangnya di sana.

7. Sebagian dari DiriKu Yang Abadi ditransformasikan dalam dunia kehidupan, ke dalam jiwa yang hidup, dan menarik melingkupi dirinya dengan indra-indra yang mana sang pikiran adalah indra yang keenam -- yang terbungkus dalam bentuk benda.
Dalam Pohon Kosmosnya Sang Prakriti terlahir jiwa-jiwa, individu-individu, dan lain sebagainya. Dan siapakah mereka semua ini dan juga kita? Setiap jiwa dan setiap makhluk adalah salah satu fragmen kecil dari Sang Kreshna Yang Maha Esa itu Sendiri, dan setiap fragmen atau bagian kecil ini timbul atau lahir ke dunia ini sebagai makhluk atau individu (jiwa-bhuta), sebagai jiwa yang berkelana dalam raga-raga yang berlainan bentuk dan ragamnya. Ditegaskan di sini bahwa semua jiwa-jiwa ini baik yang nampak maupun yang tak terlihat oleh mata kita, berasal dari Sang Kreshna juga, Yang Maha Abadi dan Esa. Inilah fakta-fakta yang dilupakan oleh manusia, dan manusia kebanyakan cenderung untuk tenggelam dalam dunia ini dengan segala kenikmatan dan penderitaannya, tetapi tidak mau mengenali diri dan jiwanya yang agung, yang merupakan sebuah fragmen dari Yang Maha Esa. Manusia cenderung mementingkan buah, cabang dari pohon kehidupan ini daripada asal pohon ini.

Fragmen-fragmen atau jiwa-jiwa ini kemudian diatur sedemikian rupa oleh Prakriti (Alam) agar terbungkus oleh indra-indra kita yang jumlahnya semua adalah lima indra organ dan satu indra pikiran. Sang Jiwa ini kemudian diatur sedemikian rupa sehingga bebas memilih terjerumus ke dalam nafsu-nafsu duniawi atau menyibak pembungkus Prakriti ini sehingga dapat melihat Sinar Terang yang sebenarnya ada di dalam dirinya sendiri, yaitu Sang Adhyatman, Sang Jati Diri, atau Yang Maha Esa iru Sendiri dalam bentukNya yang kecil. Sang Kreshna adalah Adi Purusha (Manusia Yang Terutama) di dalam (1) setiap jiwa yang berbentuk aneka-ragam dan (2) dan sebagai Alam Semesta secara keseluruhan. Ia lah Sang Jati Diri, Sang Jiwa dalam yang besar dan kecil, dalam alam semesta dan dalam makhluk-makhluk, roh-roh atau jiwa-jiwa, secara menyeluruh dalam setiap yang hidup ini. Ia adalah Adhyatman (Sang Atman Yang Tertinggi, Terutama dan menyeluruh dan sumber dari semua jiwa-jiwa ini)!

8. Sewaktu Yang Maha Esa (Sang Jiwa) memasuki sebuah raga dan sewaktu la meninggalkannya, la membawa serta semua indra dan pikiran ini dan pergi bersama mereka, ibarat sang angin yang menerbangkan wewangian dari tempat asalnya. (Contoh: wewangian bunga yang terbangkan jauh dari sang bunga itu sendiri.)
Sang Jiwa yang mengembara di alam kosmos ini dari satu tubuh ke tubuh yang lainnya, selalu membawa serta semua indra-indra ini dalam tubuh halusnya. Semua ini kemudian jadi asal-mula karma barunya lagi dalam kelahiran yang berikutnya.

9. Secara suci bersemayam di telinga, di mata, di kulit dan di hidung - dan juga di dalam pikiran — la menikmati obyek-obyek sensual.
10. Mereka yang tidak sadar (kurang pengetahuannya) tidak menyadariNya sewaktu la berpisah atau beristirahat atau merasa, sesuai dengan kerja-samaNya dengan guna-guna. Tetapi mereka yang memiliki mata kebijaksanaan dapat melihat.

11. Para yogi pun yang berusaha melihatNya di dalam diri mereka; tetapi mereka yang tidak sadar, yang tidak bersih, mereka berjuang tetapi tidak melihatNya.
Bagi mereka-mereka yang bijaksana dan berpengetahuan (dalam agama Hindu selalu dipergunakan kata berpengetahuan untuk mereka yang sadar akan Yang Maha Esa dan kata bodoh atau kurang-pengetahuan untuk mereka yang masih jauh dariNya, dan masih bergelimang akan dosa-dosa. Kata dosa jarang dipergunakan), maka terlihatlah oleh mereka Sang Atman yang bersemayam di dalam raga kita dengan menikmati obyek-obyek indra, Ia terlihat hadir di telinga, di mata, di kulit, di lidah, di hidung dan di pemikiran (pikiran) kita. Bagi yang masih kurang sadar (agnana), maka kenyataan ini tidak nampak oleh mereka, walaupun sebenarnya banyak di antara mereka yang berjuang ke arah Yang Maha Esa. Mengapa begitu? Karena sebenarnya mereka-mereka ini masih terselimut oleh ego mereka, sehingga tidak sucilah diri mereka ini. Ingatlah! Sedikit saja ego itu masih tersisa di dalam diri kita maka masih jauh kita ini dari Yang Maha Esa, ingat juga walaupun itu ego yang baik sifatnya, selama namanya masih ego dan bukan demi Yang Maha Kuasa, maka selama itu pula jauh kita ini dari Yang Maha Esa!

12. Ketahuilah bahwa gemerlapnya cahaya sang surya yang menerangi dunia ini, dan cahaya rembulan dan api, semua kebesaran itu datang terpancar dariKu.

13. Memasuki bumi ini, Kutunjang semua makhluk dengan energi vitalKu dan, dengan menjadi cairan lembut dari Sang Chandra (sari Soma) yang nikmat, Kuhidupi semua tumbuh-tumbuhan.

14. Dengan menjadi api-kehidupan, yang bersemayam di dalam raga setiap makhluk yang bernafas, dan menyatu dengan kehidupan (nafas yang ditarik dan yang dikeluarkan), Kucernakan semua bentuk makanan (empat jenis makan).

15. Dan Aku bersemayam di dalam hati semuanya; dan dariKu timbul memori (ingatan) dan gnana (pengetahuan atau kesadaran) dan kekuatan yang menangkis dan menolak keragu-raguan atau pikiran-pikiran yang negatif. Akulah yang dimaksud dalam Veda-Veda, dan Akulah yang dimengerti oleh Veda-Veda ini, dan juga Akulah Pengarang Vedanta - 'akhir' dari Veda.

Sang Kreshna atau Yang Maha Esa adalah kehidupan total dari alam semesta ini. Setiap unsur dari alam semesta ini berasal dariNya atau dengan kata lain Ia juga semuanya ini. Ia juga sumber dari energi di alam semesta ini, Ia juga cahaya yang bersinar di dalam matahari, rembulan dan api. Ia juga sari Soma dalam rembulan yang menghidupi tumbuh-tumbuhan di bumi ini. Ia juga api-kehidupan dalam setiap manusia dan makhluk-makhluk lainnya, Ia lah sumber tanpa batas dari segala-galanya. Ia juga yang bersemayam dalam pikiran kita yang membedakan antara pikiran yang jahat dan yang baik. la juga yang selalu disebut-sebut dalam Veda-Veda dan kitab-kitab suci lainnya sebagai Tujuan Yang Abadi, Tuhan Yang Maha Esa, bahkan Ia sendiri adalah Sang Pengarang dari Vedanta, yaitu kitab suci Hindu yang terakhir dalam jajaran kitab-kitab Veda.

16. Ada dua Purusha (energi) di dunia ini, yaitu yang dapat binasa dan yang tak dapat binasa. Yang dapat binasa adalah semua makhluk dan benda-benda, yang tak dapat binasa disebut Kutashta (duduk secara tegar, terbungkus oleh misteri dan bersemayam dalam Sang Maya).

17. Ada lagi seorang Purush -- Yang Maha Tinggi - Yang disebut Purushottama (Sang Jati Diri Yang Suci dan Agung). la menunjang semuanya; la menghidupi ketiga loka-loka ini. Ia lah Yang Maha Abadi (Yang Tak Dapat Binasa).

18. Karena Aku berada di atas yang dapat binasa, dan juga Aku lebih tinggi dari yang tak dapat binasa, maka baik di dunia ini maupun di dalam Veda Aku dikenal sebagai Manusia Yang Maha Agung dan Suci.
Ada tiga bentuk Purusha, atau orang atau energi di alam semesta ini:
(1) Disebut Kshara-prakriti atau berarti yang tidak abadi, yang dapat berganti-ganti, sama dengan semua makhluk dan benda-benda yang dapat binasa.
(2) Akshara-prakriti atau Kutashta (yang duduk tegar bagaikan batu di dalam Sang Maya) — yaitu Sang Jiwa atau Chaitanya-shakti yang melahirkan bentuk purusha yang pertama tadi.
(3) Uttama Purusha, atau Purushottama, Paramatman, atau Sang Jati Diri Yang maha Agung dan Suci. Ia adalah Yang Maha Esa Yang menunjang, menghidupi, menghadirkan alam semesta ini. Ia lah Sang Kreshna Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Om Tat Sat.
Di bab VII, oleh Sang Kreshna, kedua bentuk energi ini disebut Purusha dan Prakriti, sebagai dua buah bentuk dari PrakritiNya. Di bab XV ini, Sang Kreshna menyebut kedua-duanya sebenarnya bermakna sama, yaitu dua bentuk Energi (atau Upadhi) dari Satu Purusha Yang Maha Agung dan Suci, yaitu Yang Maha Esa, Sang Purushottama, Sang Kreshna, Yang Hadir dan Berkuasa di atas Kshara dan Aksara.

19. Seseorang yang telah sadar, mengenalKu sebagai Purushottama, orang ini tahu akan semua hal dan ia memujaKu dengan seluruh jiwanya, oh Arjuna!

20. Demikian telah ku beritahukan kepadamu ajaran yang amat rahasia ini, oh Arjuna! Seseorang yang tahu akan hal ini, adalah orang yang telah mencapai penerangan dan tugas-tugasnya selesai sudah, oh Arjuna!

Ilmu pengetahuan tentang Sang Kreshna sebagai Purushottama menuntun seseorang ke arah bhakti (dedikasi tulus tanpa pamrih). Ilmu atau pengetahuan ini memberikan rasa pengertian atau penerangan akan Yang Maha Esa dan segala aspek-aspekNya yang terlihat di alam semesta dan diri kita. Dan seseorang yang telah sadar akan hal ini adalah orang yang telah mendapatkan penerangan Ilahi, dan menurut Sang Kreshna selesai sudahlah tugas-tugas dan kewajibannya di dunia ini. Orang ini lalu sadar bahwa semua yang manis dan baik dalam hidup ini, seperti sahabat-sahabat, orang-orang yang dikasihinya, kekayaan, kesehatan, ilmu-ilmu pengetahuan dan lain sebagainya, hanyalah merupakan 'bunga-bunga' dan 'buah-buah' kehidupan belaka, yang merupakan hadiah atau pemberian Sang Purushottama kepadanya, untuk digunakan demi menunjang kehidupannya selama ia berkelana di dunia ini. la tak akan pernah lupa, bahwa tujuannya ke dunia ini sebenarnya adalah untuk mengenal Yang Maha Esa, bekerja demi Yang Maha Esa, dan berusaha untuk kembali kepadaNya lagi secara sadar. Untuk mencapai Rumah Yang Maha Esa ini maka semua materi-materi yang merupakan penunjang hidupnya di dunia ini harus ditinggalkannya, bukan diikat erat-erat dengannya. Seseorang yang secara sejati telah menyadari akan hakikat ini disebut Vairagi. la sadar dunia beserta seluruh isinya dapat binasa, tetapi Yang Maha Esa adalah Abadi. Pemuja semacam ini walau sehari-hari tetap bekerja seperti biasa dan sesuai dengan kewajibannya, sebenamya secara spiritual tugas-tugasnya di dunia ini telah selesai, karena walau masih memiliki raga ia sudah mencapai dan mengenal Sang Misteri Yang Maha Agung dan Suci, Yang Maha Pengasih dan Penyayang, Yang memiliki Keajaiban-Keajaiban Yang Tak Tertandingi. Pemuja yang suci ini di dalam hidupnya telah mencapai Nirvana. Om Tat Sat.

Dalam Upanishad Bhagavat Gita, Ilmu Pengetahuan Yang Abadi, Karya Sastra Yoga, dialog antara Sang Kreshna dan Arjuna, maka bab ini adalah yang kelima-belas dan disebut:Purushottama Yoga atau Ilmu Pengetahuan tentang Manusia Utama Yang Maha Agung dan Suci

Pokok-Pokok Ajaran Darsana: Nyaya

Salam Kasih
Om Swastyastu

Pendiri dan sumber ajarannya

Pendiri ajaran ini adalah Maharsi Gautama ( Gotama) yang menulis Nyayasutra, terdiri dari dari 5 Adhyaya (bab)dan dibagi kedalam 5 'pada' (bagian). Pada tahun ( 400 Masehi kitab Nyayasutra ini di komentari` oleh Watsyayana. Lama kemudian muncul kitan Nyaya bernama Tarka samgraha oleh Annam Bhatta dan kitab Siddhanta Muktawadi oleh Wiswanatha Pancanana. Sistem Nyaya membicarakan bagian umum filsafat dan metoda untuk mengadakan penelitian yang kritis. Tiap ilmu sebenarnya suatu Nyaya.Kata Nyaya artinya : sesuatu penelitian yang analitis dan kritis.

Sistem ini barangkali timbul karena adanya pembicaraan dan perdebatan diantara para akhli pikir didalam mereka berusah menacari arti yang benar dari sloka-sloka Veda. Demikianlah timbul patokan-patokan bagaiman mengadakan penelitian yang benar. Sistem filsafat Nyaya sering juga disebut Tarkawada atau ilmu berdebat.

Sifat ajarannya

Ajaran filsafat Nyaya disebut bersifat realistik, karena mengakui benda-benda sebagai suatu kenyataan. Ajaran yang realistik ini mendasarkan pada ilmu logika, sistematis, kronologis dan analitis.

Catur pramana

Filsafat ini dalam memecahkan ilmu pengetahuan mempergunakan 4 metoda pemecahan (Catur Pramana) sebagai berikut :

1).Pratyaksa, yaitu pengamatan langsung melalui Panca Indra. Suatu obyek diamati melalui 2 jenis Pratyaksa yaitu :

(a) Bahya, pengetahuan yang diperoleh dari suatu obyek melalui Panca Indra,seperti mata,telingan dan lain sebagainya.

(b) Antara, pengetahuan yang memperoleh melalui pikiran atau Manas.

2).Anumana. Pengtahuan yang diperoleh dari suatu obyek dengan menarik pengertian dari tanda-tanda yang diperoleh (linga) yang merupakan suatu kesimpulan dari obyek yang ditetukan, disenbut juga Sadya, hubungan kedua hal tersebut diatas disebut dengan nama Wyapi. Dalam menarik suatu kesimpulan, dipergunakan tiga rumusan yaitu :

(a). Paksa : kesimpulan yang ditarik dengan sangat cepat dalam suatu obyek sehingga memperoleh suatu pengertian yang cepat dan tepat.

(b). Sadya : kesimpulan yang diperoleh melalui masa panjang terhadap suatu obyek.

(c). Linga atau Sadhana : kesimpulan yang diperoleh antara Paksa dengan Sadhya.

Suatu contoh yang dapat dipakai dalam Anumana adalah : Seperti gunung berapi, hal itu dapat diketahui dari asap yang keluar dari puncak gunung, dari asap itu ditarik kesimpulan pasti gunung tersebut gunung berapi.

3). Upamana : Ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui perbandingan, misalnya harimau dibandingkan dengan kucing ( harimau lebih besar, kucing bentuknya lebih kecil )

4). Sabda : Pengetahuan yang diperoleh dengan mendengarkan melalui penjelasan dari sumber yang patut dipercaya.

Pokok-pokok ajaran Nyaya

Obyek pengetahuan filsafat Nyaya adalah mengenai :

(1). Atman

(2). Tentang tubuh atau badan

(3). Panca Indra dengan Obyeknya

(4). Budhi (pengamatan)

(5). Manas ( Pikiran)

(6). Prawrti (pikiran)

(7). Dosa ( perbuatan yang tidak baik)

(8). Pratyabhawa (tentang kelahiran kembali)

(9). Phala ( buah perbuatan)

(10). Dukha (penderitaan)

(11). Apawarga (bebas dari penderitaan)

Dari manas timbullah Mithya Jnana, yaitu kebodohan terhadap kebenaran , Raga, Dwesa dan Moha yang memaksa badan berkerja dengan konsekwensinya. Aparaga berarti terlepas sama sekali dari kesengsaraan yang ditimbulkan oleh Tatwa Jnana. Banyak orang berpendapat bahwa Apawarga adalah ciri kebahagiaan sejati. Tetapi pendapat sebenarnya salah karena tidak akan ada kesenangan tanpa kesusahan , seperti juga tidak ada sinar tanpa bayang-bayang. Apawarga hanyalah pembebasan darisakit /penderitaan dan bukan kebahagiaan sama sekali.

Tentang adanya Tuhan, golongan Naiyayikas mengemukakan dengan beberapa bukti. Tuhan adalah maha pencipta, pemelihara dan pemralina alam semesta( Brahma, Wisnu, Siva).

Om Santih Santih Santih Om

serve with love by: I W. Sudarma

THE BIG VISION

Salam Kasih
Om Swastyastu

Teori Big Vision dikemukakan oleh Bhaktisvarupa Damodara Svami, yang ketika belum diinisiasi menjadi seorang rohaniwan bernama T. D. Singh, Ph.D. Menurutnya teori Big Vision adalah teori asal mula kehidupan dan penciptaan jagat raya yang terwujud berdasarkan Vedānta. Konsep sentral dari Big Vision ini adalah bahwa jagat raya mempunyai tujuan untuk membimbing para makhluk hidup pada jalan kebahagiaan yang sempurna. Karena merasa kagum terhadap benda-benda unik dan tidak dapat dipahami di dunia ini seperti hukum-hukum alam yang teratur (susunan kecerdasan, dan nilai unik dari konstanta fisika dari jagat raya. Banyak ilmuwan dan sarjana terkemuka merasa bahwa barangkali ada tujuan tertentu dari penciptaan jagat raya ini. Banyak orang berpikir bahwa jagat raya kita ini adalah sangat spesial dan memiliki suatu tujuan. Semua pernyataan ini secara tidak langsung mendukung model Big Vision Vedānta.

Menurut Vedānta, tujuan di balik manifestasi dunia material ini adalah untuk membawa para makhluk hidup yang sedang mengkhayal menuju kepada tingkat kebahagiaan yang sejati dengan membangkitkan bhakti, yoga, dan pengabdian di dalam diri setiap orang. Bhakti merupakan sifat pengabdian yang paling luhur yang menghubungkan individu dengan Jiwa Yang Tertinggi – Tuhan Yang Maha Esa dengan kerendahan hati yang paling dalam serta pelayanan yang murni. Dengan salah menggunakan kebebasan bertindak (memilih/kehendak bebas), makhluk hidup di jagat raya ini ingin mengambil peran sebagai Majikan Yang Tertinggi dan menikmati secara tidak terbatas dengan berusaha untuk memuaskan permintaan pikiran dan indera-indera yang tiada habis-habisnya. Ketika seseorang serius telah memahami kedudukannya yang salah dan telah mengalami bahwa ia tidak akan bisa mendapatkan kebahagiaan sejati secara material maka ia akan mulai bertanya, “Apakah kesalahan saya? Bagaimana caranya saya mendapatkan kebahagiaan sejati?” Maka ia akan berpaling kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk memohon pertolongan. Pencarian untuk memahami makna kehidupan yang lebih dalam ini merupakan saat penetuan (titik balik) dari kehidupan suatu individu (Bhaktisvarupa, 2003:56).

Kosmologi Vedānta didasarkan pada Big Vision yang agung dari Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan kebahagiaan tertinggi kepada seluruh makhluk hidup. Demikianlah ia memberikan jawaban terhadap pertanyaan, “Mengapa jagat raya ini diciptakan?” Oleh karena itu Vedānta menjelaskan kosmologi ketuhanan. Dalam kitab suci Bhagavadgìtā (IX.10) Tuhan Yang Maha Esa menyatakan bahwa Beliau adalah sumber dari segala sesuatu. Orang mendapatkan sekilas prinsip-prinsip dasar Big Vision dengan mengamati beberapa gejala di dalam laboratorium kosmik, antara lain: (1) Hekakat kehidupan material yang bersifat sementara, (2) Evolusi kesadaran dan keunikan dari kehidupan manusia, (3) Tuntunan dari Paramatma, Tuhan Yang Maha Esa, dan (4) Elemen-elemen kosmik (Bhaktisvarupa, 2003:56-59).

Berdasarkan uraian tersebut di atas, teori Big Vision dimaksudkan untuk membangun teori atau kosmologi yang berbasis ajaran ketuhanan, karena eksperimen manusia yang menggunakan daya nalar dan daya pikir sangat terbatas, sedang kitab suci yang merupakan sabda Tuhan Yang Maha Esa tidak diragukan lagi kebenarannya.

Berikut turut saya kutipkan ulasan Deepak Chopra terhadap karya Rabindranath Tagore Pantai Keabadian, sebagai berikut:

“Tagore mengenal dirinya sendiri dengan kejernihan dan keyakinan yang luar biasa. Dia tahu bahwa rumah sejatinya adalah keabadian. Dia tidak pergi ke mana-mana setelah mati, sebab keabadian tidak memiliki masa lalu, masa sekarang atau pun masa depan. Ilmu pengetahuan telah membuktikan pendapat ini. Benda-benda materi memang terasa padat ketika disentuh, tetapi pada level kuantum 99,999 persen dari sebuah atom sebenarnya adalah ruang kosong dan kepadatan itu akan lebur menjadi sekumpulan energi yang memancar. Energi ini tidak pernah diciptakan dan tidak pernah dihancurkan. Energi ini menyala ke luar masuk dalam wilayah prekuantum sebanyak jutaan kali setiap detiknya. Itulah satu-satunya kelahiran dan kematian dalam arti yang nyata yang bisa kita alami. Tubuh kita sama sekali bukanlah kejadian yang unik sebab tubuh kita mati ratusan kali sebelum mata anda selesai membaca satu kata dalam kalimat yang sedangkan anda baca ini. Apa yang kita sebut kematian adalah sebuah kesalahan istilah, kematian adalah sekadar terhentinya proses muncul dan hilang. Setelah menghembuskan nafas yang terakhir, kita kembali kepada situasi di mana waktu tidak ada lagi. Apa yang kita sebut maut sebenarnya adalah terhentinya kelahiran dan kematian” (Chopra, 2004:19-20).

Om Santih Santih Santih Om

Serve by: I W. Sudarma

SANGHYANG WIDHI (Personal & Impersonal Godhead)

Salam Kasih
Oleh: I W. Sudarma

Om Swastyastu

Untuk memahami lebih jauh tentang simbol-simbol dalam agama Hindu terlebih dahulu akan kami uraikan tentang hakekat ketuhanan dalam agama Hindu. Hakekat ketuhanan atau teologi seperti pula halnya dengan ajaran agama Hindu pada umumnya, yang menjadi sumber utama adalah kitab suci Veda, yang merupakan himpunan sabda Tuhan Yang Maha Esa atau wahyu-Nya yang diterima oleh para mahaṛṣi di masa yag silam. Bila kita mengkaji kitab suci Veda maupun praktek keagamaan di India dan Indonesia (Bali) maka Tuhan Yang Maha Esa disebut dengan berbagai nama. Berbagai wujud digambarkan untuk Yang Maha Esa itu, walaupun sesungguhnya Tuhan Yang Maha Esa tidak berwujud, dan di dalam bahasa bahasa Sanskerta disebut Acintyarūpa yang artinya: tidak berwujud dalam alam pikiran manusia, dan dalam bahasa Jawa Kuno dinyatakan: "Tan kagrahita dening manah mwang indriya" (tidak terjangkau oleh akal dan indriya manusia). Bila Tuhan Yang Maha Esa tidak berwujud (Impersonal God), timbul pertanyaan mengapa dalam sistem pemujaan kita membuat bangunan suci, arca, pratima, parlingga, mempersembahkan bhusana, sesajen dan lain-lain. Bukankah semua bentuk perwujudan maupun persembahan itu ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang berwujud dalam alam pikiran manusia? Sebelum kita lebih jauh membahas tentang Tuhan Yang Maha Esa, marilah kita tinjau difinisi atau pengertian tentang Tuhan Yang Maha Esa yang dikemukakan oleh mahaṛṣi Vyāsa yang dikenal juga dengan nama Badarāyaṇa dalam bukunya: Brahmāsūtra, Vedantasāra atau Vedāntasāra, sebagai berikut: Janmādyasya yataḥ (I.1.2), yang oleh Svami Śivānanda diterjemahkan sebagai berikut: Brahman adalah asal muasal dari alam semesta dan segala isinya (janmādi = asal, awal, penjelmaan dan sebagainya, asya = dunia/alam semesta ini, yataḥ = dari padanya). Jadi menurut sūtra (kalimat singkat dan padat) ini, Tuhan Yang Maha Esa yang disebut Brahman ini adalah merupakan asal mula segalanya. Penjelasan ini sesuai dengan bunyi mantram Puruṣa Sūkta Ṛgveda, berikut:

Puruṣa evedaṁ sarvaṁ yadbhūtaṁ yacca bhavyam, utāmātatvasesā no yadannenati rohati - Tuhan sebagai wujud kesadaran agung merupakan asal dari segala yang telah dan yang akan ada. Ia adalah raja di alam yang abadi dan juga di bumi ini yang hidup dan berkembang dengan makanan. Ṛgveda X.90.2.

Demikian pula, Tuhan Yang Maha Esa sebagai sumber segalanya dan sumber kebahagiaan hidup, dinyatakan pula di dalam mantra Veda berikut:

Yo bhūtaṁ ca bhavyam ca sarvaṁ yaś cadhitisthati, svar yasyaca kevalam tasmai jyesthāya Brahmāne namaḥ - Tuhan Yang Maha Esa hadir dimana-mana, asal dari segalanya yang telah ada dan yang akan ada.Ia penuh dengan rakhmat dan kebahagiaan. Kami memuja Engkau, Tuhan Yang Maha Tinggi. Atharvaveda X.8.1.

Selanjutnya dalam Narāyaṇa Upaniṣad 2, yang kemudian dijadikan mantram bait ke-2 dari mantram Tri Sandhyā, juga menjelaskan tentang Tuhan Yang Maha Esa sebagai asal segalanya, maha suci tidak ternoda, sebagai berikut:

Narāyaṇa evedaṁ sarvaṁ yad bhūtaṁ yacca bhavyam, niskalaṅko nirañjano nirvikalpo

nirākhyātaḥ suddho devo eko Narāyaṇo na dvityo'sti kaścit - Ya Tuhan Yang Maha Esa, dari Engkaulah semua ini berasal dan kembali yang telah ada dan yang akan ada di alam raya ini. Hyang Widhi Maha Gaib, mengatasi segala kegelapan, tak termusnahkan, maha cemerlang, maha suci (tidak ternoda), tidak terucapkan, tiada duanya). Narāyaṇa Upaniṣad 2.

Difinisi atau pengertian tentang Tuhan Yang Maha Esa tersebut di atas tentu sangat terbatas, oleh karena itu kitab-kitab Upaniṣad menyatakan difinisi atau pengertian apapun yang ditujukan untuk memberikan batasan kepada Tuhan Yang Tidak Terbatas itu tidaklah menjangkau kebesaran-Nya, oleh karena itu kitab-kitab Upaniṣad menyatakan tidak ada difinisi yang tepat untuk-Nya, NETI-NETI (Na + iti, na+iti), BUKAN INI, BUKAN ITUi. Bila tidak ada difinisi yang tepat untuk-Nya, bagaimanakah kita dapat memuja-Nya? Untuk memahami Tuhan Yang Maha Esa, maka tidak ada jalan lain kecuali mendalami ajaran agama, memohon penjelasan para guru yang ahli di bidangnya yang mampu merealisasikan ajaran ketuhanan dalam kehidupan pribadinya. Tentang kitab suci atau sastra agama sebagai sumber atau ajaran untuk memahami Tuhan Yang Maha Esa, kitab Brahmā Sūtra, secara tegas menyatakan: Śāstrayonitvat (I.1.2), yang artinya: kitab suci/ sastra agama adalah sumber untruk memahami-Nya.

Kembali pada permasalahan yang dikemukakan pada awal tulisan ini, apakah Sang Hyang Widhi sama dengan Śiva atau Brahmā? Untuk menjawab pertanyaan ini, maka marilah kita kaji berdasarkan tinjauan etimologis maupun leksikal sebagai berikut: Kata Widhi (Sanskerta Vidhi) berasal dari urat kata Vidh yang artinya: sebuah aturan, peraturan atau kekuasaan, rumus, perintah, keputusan, ordonansi (peraturan setempat), undang-undang, ajaran, hukum, perintah, petunjuk (teristimewa petunjuk tentang persembahan sesuai kitab-kitab Brāhmṇa, kitab suci Veda, yang menurut Sāyaṇa terdiri dari 2 bagian, yaitu (1). Vidhi, yaitu petunjuk atau aturan seperti "yajate", ia yang mempersembahkan upacara Yajña, "kuryāt", ia yang menyajikan, dan (2) Artha-vāda, penjelasan tentang asal/makna upacara dan penggunaan mantra, yang dipadukan dengan legenda-legenda dan ilustrasi-ilustrasi) seperti disebutkan dalam Gṛhyaśrautasūtra, Manusmṛti, Mahābhārata dan lain-lain, aturan tata bahasa atau perintah, Pāṇini 1.I.57; 72, petunjuk pelaksanaan upacara atau ritual, dan lain-lain. Di dalam Mahābhārata dan kitab-kitab Purāṇa juga dalam kitab-kitab Kāvya lainnya, Vidhi disebut sebagai Sang Pencipta (creator), juga dalam Pañcarātra. Vidhi adalah salah satu nama dari Brahma sebagai pencipta atau penguasa hukum. Vidhi juga berarti hukum atau pengendali dan lain-lain. Di dalam kitab-kitab Purāṇa, Vidhi adalah nama lain dari Brahma sebagai telah disebutkan di atas, yakni sebagai Sang Pencipta. Di dalam kitab Amarakoṣa dijelaskan satu śloka tentang nama-nama Brahma di antaranya adalah Vidhi, sebagai berikut:

"Dhātābjayonir druhino Virañciḥ kamalāsanaḥ, Srṣṭhā prajāpatir vedhā Vidhātḥ viśvasṛtvidhiḥ- Brahma adalah Dhātā (yang memegang atau menampilkan segala sesuatu), Abjayoni (yang lahir dari bunga teratai, Druhiṇa (yang membunuh raksasa), Virañci (yang menciptakan), Kamalāsana (yang duduk di atas bunga teratai), Srsthā (yang menciptakan), Prajāpati (raja dari semua mahluk/ masyarakat), Vedhā (ia yang menciptakan), Vidhātā (yang menjadikan segala sesuatu), Viśvasṛt (ia yang menciptakan dunia) dan Vidhi berarti yang menciptakan atau yang menentukan, juga berarti yang mengadilinya.

Di Bali kita temukan lontar-lontar susastra Jawa Kuno di antaranya Ādiparwa (109), Udyogaparwa (5; 103), Uttarakaṇḍa (130), Sārasamuccaya (505.1), Wṛhaspatitattwa (22.8), Rāmāyana (7.22; 17.45), Ghatotkacāśraya (34.5), Sumanasāntaka (7.3), Sutasoma 11.7; 12.2), Ārjunawijaya (2.1; 68.4), Tantri Kāmaṇḍaka (62.19), Kidung Harsa Wijaya (1.6; 1.11; 2.121), Kidung Suṇḍa (3.2), Ranggalawe (8.33), Malat (7.109), Tantri Kadiri (2.124) dan Sorāndaka (1.14) yang secara jelas menyatakan kata Widhi (sanskerta Vidhi) berarti: "aturan atau perintah tertinggi, tertib alam semesta, nasib (takdir), penguasa tertinggi (Sang Hyang Widhi), pencipta (alam semesta)" dan sejenisnya.

Di samping itu kita mewarisi pula beberapa lontar bernama Vidhi Panpiñcatan yang berisi keputusan-keputusan hukum/pengadilan semacam yurisprudensi, juga lontar Widhiśāstra yang berarti pengetahuan tentang Widhi (teologi), dan lain-lain. Dengan demikian Sang Hyang Widhi adalah Tuhan Yang Maha Esa sebagai Pencipta alam semesta. Tuhan sebagai Widhi disebut bersthana di Luhuring Ākāśa, yakni di atas angkasa, nun jauh di sana. Dalam pengertian ini, tentunya Tuhan Yang Maha Esa digambarkan tidak berwujud (Impersonal God). Kapan Sang Hyang Widhi dimohon turun dan hadir untuk menerima persembahan, maka saat itu juga Beliau telah terwujud dalam alam pikiran. Wujud-wujud utama-Nya itu disebut Tri Mūrti (Brahmā, Viṣṇu dan Śiva).

Kata Śiva berarti: yang memberikan keberuntungan (kerahayuan), yang baik hati, ramah, suka memaafkan, menyenangkan, memberi banyak harapan, yang tenang, membahagiakan dan sejenisnya. Sang Hyang Śiva di dalam menggerakkan hukum kemahakuasaan-Nya didukung oleh śaktinya Durgā atau Parvatῑ. Hyang Śiva adalah Tuhan Yang Maha Esa sebagai pelebur kembali (aspek pralaya atau pralina dari alam semesta dan segala isinya). Śiva yang sangat ditakuti disebut Rudra (yang suaranya menggelegar dan menakutkan). Śiva yang belum kena pengaruh Maya (berbagai sifat seperti Guna, Śakti dan Svabhava) disebut Paramaśiva , dalam keadaan ini, disebut juga Acintyarūpa atau Niskala dan Tidak berwujud (Impersonal God).

Kata Brahman (adalah bentuk neutrum dari Brahmā) yang berarti: yang tumbuh, berkembang, berevolusi, yang bertambah besar, yang meluap dari diri-Nya, dan sejenisnya. Ciptaan-Nya muncul dari diri-Nya, seperti halnya Veda yang muncul dari nafas-Nya. Kemahakuasaan Hyang Brahmā sebagai pencipta jagat raya didukung oleh śakti-Nya yang disebut Sarasvatῑ, dewi pengetahuan dan kebijaksanaan yang memberikan inspirasi untuk kebajikan umat manusia. Bila disebut sebagai Brahmā, maka Ia adalah manifestasi utama Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta, dengan demikian Brahmā saat ini adalah Tuhan Yang Berperibadi (Personal God). Brahmā digambarkan berwajah empat (Caturmukha) dan lain-lain. Dengan demikian Hyang Widhi adalah Brahman, Tuhan Yang Tidak Berwujud dalam alam pikiran manusia (Impersonal God) sedang disebut Brahmā, ketika Ia telah mengambil wujud dalam menciptakan alam semesta beserta segala isinya.

Manifestasi utama-Nya lainnya adalah Viṣṇu. Viṣṇu manifestasi Tuhan Yang Maha Esa memelihara jagat raya dan segala isinya. Ia yang menghidupkan segalanya. Kata Viṣṇu berarti: pekerja, yang meresapi segalanya dan sejenisnya (Ibid:999). Kemahakuasaan Sang Hyang Viṣṇu dalam memelihara alam semesta beserta segala isinya didukung oleh úaktinya yang bernama Śrῑ dan Lakṣmῑ.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, jelaslah bagi kita bahwa Hyang Widhi Wasa adalah Tuhan Yang Maha Esa, Ia disebut juga Brahman dan berbagai nama lainnya. Bila Tuhan Yang Maha Esa dipuja dengan aneka persembahan, maka Ia dipuja sebagai Tuhan Yang Personal, yang berperibadi.

Untuk memahami lebih jauh hakekat ketuhanan dalam agama Hindu, telebih dahulu akan diuraikan tentang ketuhanan dalam kitab suci Veda. Di dalam kitab suci Veda, Tuhan Yang Maha Esa dan para Deva disebut deva atau devatā. Kata ini berarti: cahaya, berkilauan, sinar gemerlapan yang semuanya itu ditujukan kepada manifestasi-Nya, juga ditujukan kepada matahari atau langit, termasuk api, petir atau fajar. Deva juga berarti mahluk sorga atau yang sangat mulia.

Demikianlah, Sang Hyang Widhi adalah Tuhan Yang Ācinthyarūpa (impersonal God) dan ketika dipuja oleh umat diwujudkan sebagai Sang Hyang Brahma, Viṣṇu atau Śiva dan kepada-Nya dengan jalan Bhakti dipersembahkan aneka persembahan untuk memohon karunia-Nya. Dan semoga tidak muncul berbagai bentuk egoisme, dengan mengatakan Tuhanku lebih baik, yang lain lebih rendah.

Om Santih Santih Santih Om

Pokok-Pokok Ajaran Darsana: Purwa Mimamsa

Oleh: I Wayan Sudarma

Salam Kasih
Om Swastyastu

Pendiri dan sumber ajarannya

Filsafat Mimamsa yang akan dibahas adalah Purwa Mimamsa Yang umum disebut dengan Mimamsa saja. Kata Mimamsa, berarti penyelidikan yang sistematis terhadap Veda. Purwa Mimamsa secara khusus mengkaji bagian Veda, yakni kitab-kitab Brahmana dan Kalpasutra, sedang bagian yang lain(Aranyaka dan Upanisad) dibahas oleh uttara Mimamsa yang dikenal pula dengan nama yang populer, yaitu Vedanta. Purwa Mimamsa sering disebut Karma

Mimamsa, sedang Uttara Mimamsa disebut juga Jnana Mimamsa. Pendiri ajaran ini adalah Maharesi dan Jaimini. Sumber utama adalah keyakinan akan kebenaran dan kemutlakan upacara d dalam kitab Veda (Brahmana dan Kalpasutra). Sumber ajaran tertulis dalam jaiminisutra, karya Maharesi Jaimini. Kitab ini terdiri dari 12 Adhyaya (bab) terbagi kedalam 60 'pada' atau bagian. Isinya adalah aturan atau tata cara upacara dalam Veda (menurut Veda).

Komentar tertua terhadap kitab Jaimisutra dikemukakan oleh Sabara Swanin, selanjutnya oleh dua orangtokoh yang berbeda pandangan, yakni Kumarila Bhatta dan Prabhakara, yang mengembangkannya kemudian.

Sifat ajarannya

Ajaran ( Purwa ) Mimamsa disebut bersipat pluralistis dan realistis. Pluralus karena mengakui adanya banyak Jiwa dan penggandaan asas badani yang membenahi alam semesta, sedang realistis karena mengakui bahwa obyek-obyek pangamatan adalah nyata. Bagi Mimamsa alat pengetahuan yang terpenting adalah kesaksian (kebenaran) Veda. Mimamsa mengajarkan bahwa tujuan terakhir umat manusia adalah Moksa, jalan untuk mencapai adalah dengan melaksanakan upacara keagamaan seperti tersebut dalam Veda.

Pokok-pokok ajaran Mimamsa

Sebagai telah disebutkan diatas sumber pokok ajaran Mimamsa adalah Veda terutama bagian Brahmana dan Kalpasutra. Baginya kitab Veda adalah Dharma. Tata cara serta perintah-perintah tentang upacara yang terdapat didalam Veda hendaknya dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Serta tidak mengharapkan hasil karena melaksanakannya semuanya itu sebagai suatu kewajiban. Kebebasan dalam filsafat ini adalah kebebasan yang terhingga yang terkenal dengan sebutan sorga. Salah satu aliran dalam filsafat Mimamsa yang dipimpin oleh Maharesi Prabhakara yang mengemukakan adanya 5 sumber pengetauan (Pramana) antara lain :

1) Pratyaksa (pengamatan/pengliatan lansung)

2) Anumana ( Menarik suatu kesimpulan)

3) Upamana (mengadakan perbandingan)

4) Sabda (pembuktian melalui sumber yang dipercaya )

5) Arthapatti ( Perumpamaan )

Satu sampai dengan empat adalah sama dengan Pramana pada filsafat Nyaya, hanya ada tambahan terutama didalam Upamana. Dalam filsafat Mimamsa dijelaskan hal ini sebagai berikut : seseorang yang ingin melihat harimau pergi ke hutan, dan dalam hal inii dijelaskan dijelaskan bahwa kucing sebagai perbandingan. Ketika yang bersagkutan tiba dihutan melihat seekor harimau, maka ia seketika itu membandingkannya dengan seekor kucing,kesimpulan ini disebut Upamana. Berbeda dengan pengetahuan yang ditarik dengan / melalui Arthapatti. Dalam Arthapatti penjelasannya bertentangan. Misalnya bila kita melihat seekor ular tidur saja pada siang hari, tidak pernah makan pada waktu siang hari, tetapi ular itu tetap hidup, kesimpulan Arthapati adalah pasti ular tersebut makan pada malam hari. Aliran Mimamsa yang lain diajarkan oleh Maharsi Kumarila Bhatta dengan teori pengethuannya diperoleh melalui 6 pramana. Lima Pramananya sama seperti tersebut diatas (spt.Prabhakara), dengan menambahkan yang ke-6 Anuphalabhi pramana (non cognition), yakni tidak dapat diamati, karena memang bendanya tidak ada. Cotohnya : Di kamar tidur tidak ada jam tembok, ketiadaan jam tembo itu didalam kamar itu memang tidak dapat diamati. Inilah yang disebut Anupalabhi.

Filsafat Mimamsa lebih jauh menjelaskan bila setiap orang melakukan sedikit saja upacara agama, maka jiwa ybs, akan diangkat oleh sesuatu kekuatan yang bernama Apurwa, yang dikemudian hari akan menghasilkan buah yang baik.

Perhitungan dari Apurwa Mimamsa ini secara menyeluruh terhadap jiwa hendaknya dilakukan dengan bentuk Upacara yadnya, yang nantinya akan memberikan hasil yang sangat memuaskan. Jadi Apurwa mewujudkan suatu jembatan yang menghubungkan waktu antara sebuah upacara yadnya dengan buahnya. Mula-mula Mimamsa mengajarkan bahwa tujuan hidup adat Sorga, tetapi kemudian menyesuaikan dengan sistem filsafat yang lain, yaitu Moksa atau kalepasan.

Om Santih Santih Santih Om

Sakralisasi dan fungsi simbol

Oleh: I W. Sudarma

Salam Kasih
Om Swastyastu

Setelah terwujudnya sebuah atau lebih beberapa simbol, baik yang langsung terjadi secara alamiah, atau yang sengaja dibentuk oleh undagi, sangging atau seniman, apakah setiap wujud atau simbol itu langsung dapat digunakan sebagai media pemujaan oleh umat Hindu? Secara tegas dapat dinyatakan bahwa sebuah arca atau murti atau gambar dewa-dewi (citradevatā ), akan dapat difungsikan bila telah memenuhi syarat ritual agama Hindu, seperti halnya di India disebut dengan "prayascitta" (penyucian, di Bali disebut upacara Melaspas) dan "abhiseka" (di Bali disebut Pasupati (masupati atau mapasupati, ngalinggihang atau ngenteg Linggih).

Sebuah patung, lukisan atau simbol-simbol yang lain belum disebut arca atau murti bila belum dilakukan upacara tersebut di atas. Apabila media pemujaan tersebut telah disucikan, tentunya akan disthanakan pada tempat-tempat yang patut untuk media tersebut, misalnya di dalam gedong atau meru dan sebagainya.

Di India, sebuah arca atau simbol akan dapat difungsikan sebagai media pemujaan bila telah melaksanakan Sodasopacara (16 macam rangkaian upacara), setelah di "prayascitta", di antaranya yang penting-penting dapat disebutkan antara lain: Avahana (memohon kehadiran-Nya), Asana (mempersembahkan sthana-Nya), Padya (mempersembahkan air pencuci kaki), Arghya (persembahan air) dan Snana (penyucian), Bhusana/wastra (persembahan pakaian), Yajñopavita (persembahan benang tali suci/di Bali dengan mantram Sivasùtram), Candana/Bhā sma (persembahan bubuk kayu cendana), Puspa (persembahan bunga, merupakan cerminan kesucian hati), Dhupa (persembahan api dengan asapnya yang berbau harum / juga disebut Agarbhatti), Dipa (persembahan api/mohon penerangan jiwa), Naivedya (persembahan makanan), Tambulam (persembahan sirih, di Bali disebut porosan) dan saat itu pula umat mempersembahkan Puspāñjali (persembahan bunga dengan cakupan tangan) dan akhirnya Visarjana (penutup persembahyangan, di Bali disebut Ngaluhur), setelah sebelumnya memohon Amrtha (Tìrtha/air suci kehidupan/kebahagiaan).

Demikian sedikit penjelasan tentang proses berfungsinya sebuah media pemujaan (simbol-simbol suci) dalam agama Hindu. Seperti telah dimaklumi, pada mulanya semua simbol atau benda-benda suci itu dibuat hanyalah dalam rangka fungsi keagamaan, namun karena keindahan bentuknya (artistik), banyak peminat, terutama setelah adanya kontak dengan kepariwisataan untuk memiliki benda-benda yang merupakan simbol-simbol suci tersebut. Para Citrakāra atau Sangging (seniman) dan hampir semua umat Hindu memahami, bahwa bila benda tersebut belum disucikan (di "plaspas" atau di "pasupati"), maka benda-benda tersebut belumlah diyakini suci, oleh karena itu, para pembuatnya tidak memasalahkan untuk dibeli yang kemudian bahkan dibuat sebagai barang kerajinan, yang hanya menekankan dari segi artistiknya belaka (sebagai souvenir).

Simbol-simbol suci agama Hindu sebagai media pemujaan, ditegaskan kembali oleh Swami Siwananda, sebagai berikut: Bagi seorang pemula, pratima, arca atau murti merupakan kebutuhan mutlak. Dengan sarana atau media pemujaan berupa sebuah arca, Tuhan Yang Maha Esa (Isvara) dimohon kehadiran-Nya. Arca dibuat dari lima unsur alam, yang merupakan virat (wujud kosmos yang dahsyat). Bagi seorang yang bukan penyembah-Nya, arca, ya tetap arca atau patung, namun bagi seorang penyembah, dengan media arca ini, ia menuju dan bersatu dengan Tuhan Yang Maha Esa.

Bila anda berjabatan tangan dengan seseorang, anda merasa senang, pada hal anda menyentuh satu bagian kecil dari badannya, dan ia yang menerima uluran tangan andapun merasa senang. Demikian pula seorang pemuja Tuhan Yang Maha Esa dalam melakukan pemujaan melalui media arca, ia sangat berbahagia dapat menyentuh satu bagian kecil dari alam semesta. Sebuah arca merupakan sebagian kecil dari alam semesta ciptaan-Nya (yang juga disebut badan atau virat-Nya). Seorang penyembah memperoleh vibrasi kedevatā an (getaraan kesucian) yang memberi rasa bahagia yang terlukiskan.

Simbol-simbol tersebut, seperti telah diuraikan di atas, pada umumnya berfungsi sebagai sarana untuk memuja kebesaran atau keagungan-Nya. Dengan demikian simbol-simbol tersebut dapat juga berfungsi untuk memantapkan Sraddhā (keimanan) dan Bhakti (ketaqwaan) umat kepada-Nya. Di Bali kita jumpai persepsi masyarakat tentang perbedaan antara arca dengan pratimā . Menurut tradisi masyarakat arca adalah wujud dewa atau dewi yang jelas penggambarannya sebagai manusia atau binatang, sedang pratimā adalah sesuatu benda yang secara alami tidak dibentuk oleh manusia yang merupakan wujud atau sthana para dewa. Di samping istilah tersebut dikenal pula istilah pralingga atau nyā sa yang dimaksud adalah wujud atau simbol-Nya. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka fungsi simbol antara lain :

Meningkatkan dan memantapkan Sraddhā (keimanan atau keyakinan mendalam) umat dalam rangka menumbuhkan Bhakti (ketaqwaan), yang akan membentuk kepribadian umat manusia dengan moralitas yang tinggi yang pada akhirnya akan meningkatkan akhlak luhur masyarakat.

Menumbuh kembangkan dan tetap terpeliharanya nilai seni budaya baik melalui seni arca, seni lukis dan seni kriya lainnya yang mengacu kepada kitab Silpasāstra, sehingga arca atau simbol yang dibuat tidak menyalahi ketentuan kitab Silpasastra dimaksud.

Memupuk rasa kebersamaan di kalangan umat Hindu dalam mewujudkan sarana pemujaan, utamanya dalam kaitan dengan sakralisasi dan memfungsikan simbol-simbol yang dibuat tersebut.

Demikian antara lain fungsi dari simbol-simbol agama Hindu yang setelah difungsikan dengan rangkaian upacara tertentu, maka simbol tersebut tidak lagi sesuatu benda biasa, tetapi sesuatu yang hidup, mengandung daya spiritual guna memantapkan Sraddha dan Bhakti umat Hindu yang menggunakan sarana tersebut. terdapat berbagai variasi dan rangkaian upacara memfungsikan sebuah simbol. Semakin sederhana fungsi simbol tersebut, maka upacara (ritual) untuk hal terebut juga semakin sederhana.

Bila sebuah bangunan difungsikan, upacara penyucian untuk memfungsikan bangunan tersebut di Bali disebut "Pamelaspas" atau "Melaspas", dari kata "plaspas" yang artinya menyucikan atau mengepaskan. Upacara tersebut umumnya dilanjutkan dengan "Ngenteg Linggih" yakni memantapkan "Sthana" devatā yang dipuja melalui bangunan suci yang baru dibangun atau direnovasi. Upacara semacam ini di India disebut dengan istilah "Prayascitta" (penyucian) dan dilanjutkan dengan "Abhiseka". Bila untuk bangunan suci di sebut "Melaspas", maka untuk simbol-simbol tertentu untuk dewa-dewa seperti arca atau pratimā , upacara penyucian dan menghidupkan arca tersebut sebagai wujud-Nya dilakukan upacara yang disebut "Melaspas" dan "Masupati".

Kata "Masupati" berasal dari bahasa Sanskerta dari "pasupati". Pasupati adalah salah satu nama dari Sang Hyang Siva yang pada mulanya berarti dewa bagi binatang ternak, selanjutnya dalam ajaran Saiva Siddhā nta, kata Paúupati mengandung makna Tuhan Yang Maha Esa (Sang Hyang Siva) sebagai pemimpin seluruh mahluk hidup, termasuk umat manusia. Upacara "Masupati" mengandung makna menghidupkan simbol-simbol yang tadinya belum disucikan. Setelah disucikan dengan upacara penyucian yang berintikan sesajen "Prayascitta", maka dilanjutkan dengan "Masupati" yang di India disebut dengan istilah Abhiseka yang mengandung makna menobatkan, yakni memfungsikan simbol-simbol yang telah disucikan tersebut. Sebuah benda akan menjadi simbol yang amat suci, bila umat memuja-Nya dengan sraddhā dan bhakti yang tulus. Benda yang dijadikan simbol suci tersebut akan mengandung daya spiritual yang tinggi, ibarat sebuah besi yang didekatkan dengan magnit. Semakin lama didekatkan sebuah besi dengan magnit, maka lama kelamaan besi tersebut juga akan mengandung magnit. Di sinilah sebuah arca atau simbol tertentu akan hidup dan disembah dengan mantap oleh pemujanya.

Seperti diuraikan sebelumnya, sebuah kain mungkin tidak banyak mengandung makna bagi yang mempunyai kain tersebut. tetapi ketika kain itu dijadikan bendera nasional suatu bangsa, maka kain tersebut akan dihormati sedemikian rupa, apalagi kain tersebut tepat digunakan saat suatu bangsa memproklamasikan kemerdekaan bangsanya. Demikian pula gambar seorang pahlawan terkenal dapat membangkitkan rasa kepahlawanan dalam batin seseorang, demikian pula seseorang yang memandang arca, pratimā atau sebuah gambar ketuhanan (Citradevatā atau gambar dewa-dewa) akan meningkatkan kesadaran ketuhanan kepada yang bersangkutan. Peranan Úraddhā (keimanan) sangat menentukan dalam kehidupan beragama, sebuah arca atau murti akan hidup bila umat benar-benar meyakini bahwa benda tersebut hidup.

Seorang yang menyembah Tuhan Yang Maha Esa atau para devatā melalui sarana arca atau simbol-simbol ketuhanan tertentu tidak akan menganggap arca atau simbol itu sebongkah batu atau setumpuk logam dan sebagainya, melainkan ia merasakan kehadiran yang dipujanya itu. Orang-orang yang memiliki bakat kerohanian yang tinggi, akan mudah mengalami satu vision seperti diungkapkan oleh Swami Sivananda dalam bukunya All About Hinduism yang kini telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, digambarkan sangat indah sebagai berikut: "Bagi seorang bhakta atau seorang pertapa, tak ada benda apapaun sebagai "jada" atau tidak berjiwa. Segala sesuatunya adalah "Vāsudeva" atau "Caitanya sarvam iti". Para penyembah memandang sungguh-sungguh Tuhan Yang Maha Esa yang disthanakan atau yang menghidupkan sebuah arca. Seseorang bernama Narsi Mehta pernah dipuji oleh seorang raja, dan raja berkata: "Wahai Narsi, bila kamu seorang penyembah yang tulus dari Sri Krshna, dan bila kamu mengatakan bahwa arca itu merupakan rSi Krshna sendiri, cobalah mita arca tersebut bergerak. Sesuai dengan doa dari Narsi Mehta, maka arca Sri Krshna itu bergerak (seperti benar-benar hidup). Demikian pula lembu suci Nandi di hadapan arca dewa Siva oleh Tulsidas diberi persembahan makanan, dan arca tersebut sempat bermain-main dengan Mìra Bai. Ia sepenuhnya hidup dan merupakan Caitanya bagi Mira Bai.

Ketika Appayya Diksitar, seorang penyembah Siva, pergi ke pura Tirupati (tempat pemujaan dewa Visnu) di India Selatan, para Vaisnava tidak mengijinkannya masuk ke pura tersebut. Pagi keesokkan harinya mereka terkejut, ternyata arca Visnu di pura tersebut telah berubah menjadi arca Siva. Para Vaisnava yang dikenal pula dengan sebutan Mahā nta itu terheran-heran dan tercengang, meminta maaf dan memohon kepada Appayya Diksitar untuk mengubah arca tersebut kembali kebentuknya semula yakni arca dewa Visnu. Kanaka Dasa adalah seorang penyembah Sri Krshna yang taat di kota Udupi, distrik Kanara Selatan, India Selatan. Ia tidak diperkenankan memsuki pura tempat memuja Si Krshna karena ia dilahirkan dari masyarakat yang dipandang rendah. Kanaka Dasa mengelilingi pura tersebut dan duduk di belakang bangunan suci tempat arca Si Krshnadisthanakan. Segera ia tenggelam dalam menyanyikan lagu-lagu pujaan kepada Sri Krshna. Banyak orang berkumpul mengelilinginya dan sangat tertarik dengan iramanya yang lembut dari musik dan rasa bathinnya yang mendalam. Ternyata Sri Krshna berpaling untuk memungkinkan Kanaka Dasa memperoleh Darsan-Nya (memandang wajah-Nya). Para pandita menjadi sangat heran atas peristiwa yang mentakjubkan tersebut. Arca, Murti atau patung sama seperti dewa-dewa, karena merupakan wahana ekspresi dari mantra Caitanya, yang merupakan devatā itu sendiri. Sikap yang sama hendaknya dimiliki oleh para penyembah berkenaan dengan arca sebagai sarana pemujaan pada sebuah pura, yang akan nampak, memperlihatkan diri-Nya, bila Tuhan Yang Maha Esa berkenan hadir di hadapannya dalam wujud pribadi dan berkata kepadanya sengan suara yang terang dan nyata.

Demikianlah seorang penyembah yang telah memiliki kesadaran spiritual yang tinggi tidak akan ragu-ragu melakukan pemujaan di hadapan sebuah arca, atau simbol-simbol lainnya yang merupakan media untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

Demikian sekilas tentang sakralisasi Simbol yg dapat tiang ketengahkan, semoga bermanfaat bagi kita semuanya

Om Santih Santih Santih Om

Penerapan CATUR WARNA dalam KELUARGA

Salam Kasih
Om Swastyastu

Selama ini konsep Catur Warna (Brahmana, Ksatrya, Waisya, dan Sudra), lebih diartikan sebagai pembagian kerja berdasarkan profesi secara umum di kehidupan sosial masyarakat Hindu. Namun demikian saya mencoba untuk lebih mengarahkan fungsi catur warna ini ke dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga batih (inti).Dengan harapan agar para orang tua dapat memaksimalkan fungsinya adalam pengasuhan putra-putra tercintanya....semoga bermanfaat :)

Dalam membangun keluarga bahagia sejahtera,meningkatkan ketahanan keluarga merupakan salah satu jawaban yang perlu mendapat prioritas tinggi dengan memperhatikan fungsi-fungsi keluarga yang meliputi fungsi Brahmana (keagamaan), Ksatria (perlindungan), Vaisya (ekonomi), Sudra (pelayanan/kasih sayang):

1) Keagamaan; Keluarga mempunyai fungsi sebagai Brahmana; untuk mendorong anggotanya menjadi unsur beragama dengan penuh Sraddha dan Bhakti kepada Hyang Widhi dengan menjalankan kewajibannya. Para orang tua mesti menjadi sumber inspirasi pertama bagi anak-anak belajar agama, jangan sampai anak-anak lebih mengetahui ajaran agama orang lain, ketimbang agamanya sendiri, yang dikarenakan orang tuanya minim pengetahuan dan praktik agama. Itu sebabnya penting sekali belajar agama sejak usia dini, terlebih jika memiliki potensi untuk menikahi orang yang berasal dari keyakinan agama lain. Maka pengetahuan agama sering menjadi momok orang 'paid bangkung" dan meninggalkan agamanya. Dalam istilah saya: " jangan gara-gara DOI, DOA berubah". siapapun dia tidak mau anaknya menikah dengan orang yang berbeda keyakinan...bukan...??. walau itu secara karma kita tidak bisa membendungngnya jika hal itu terjadi. Tapi minimal kita telah mengantisipasinya, dengan memerankan diri sebagai seorang Brahmana di keluarga. Juga termasuk di antara fungsi keagamaan adalah :

a) Membina norma/ajaran agama sebagai dasar dan tujuan hidup seluruh anggota keluarga

b) Menterjemahkan ajaran/norma agama ke dalam tingkah laku hidup sehari-hari seluruh anggota keluarga

c) Memberikan contoh konkrit dalam hidup sehari-hari dalam pengamalan dari ajaran agama

d) Melengkapi dan menambah proses kegiatan belajar anak tentang keagamaan yang tidak atau kurang diperolehnya di sekolah dan di masyarakat.

e) Membina rasa, sikap dan praktik kehidupan keluarga beragama sebagai pondasi menuju kesejahteraan sosial keluarga

2) Melindungi (Ksatria); Keluarga merupakan wadah untuk melanjutkan kehidupan manusia dari generasi yang satu ke generasi lainnya, mengasuh, merawat dan melindungi agar menjadi manusia yang berkualitas. Fungsi keluarga dalam melindungi anggotanya di antaranya adalah untuk :

a) memenuhi kebutuhan rasa aman anggota keluarga baik dari rasa tidak aman yang timbul dari dalam maupun dari luar keluarga

b) membina keamanan keluarga baik fisik maupun psikis dari berbagai bentuk ancaman dan tantangan yang datang dari luar

c) membina dan menjadikan stabilitas dan keamanan keluarga sebagai modal menuju keluarga sejahtera

3) Ekonomi (Vaisya); Keluarga menjadi sumber pendukung dan pemenuhan kebutuhan anggota-anggotanya untuk dapat mengarahkan kehidupan secara mandiri. Karena itu sebuah keluarga juga mempunyai fungsi ekonomi yang di antaranya berfungsi untuk :

a) melakukan kegiatan ekonomi baik di luar maupun di dalam lingkungan keluarga dalam rangka menopang kelangsungan dan perkembangan kehidupan keluarga

b) mengelola ekonomi keluarga sehingga terjadi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran keluarga

c) mengatur waktu sehingga kegiatan orang tua di luar rumah dan perhatiaannya terhadap anggota keluarga berjalan secara serasi, selaras, dan seimbang.

d) Menggunakan pendapatan atau keuangan keluarga secara efektif dan efisien dan berdaya guna. Hal ini dijelaskan dalam kitab Sarasamuccaya 262, yaitu: "ekanamcena dharmarthah kartavyo bhutimicchata, ekenamcena kamartha ekamamcam vivirddhayet – Demikianlah hakekatnya maka dibagi tiga (hasil usaha itu), yang satu bagian guna biaya mencapai dharma, bagian yang kedua adalah untuk biaya memenuhi kama, bagian yang ketiga diperuntukkan untuk kegiatan usaha (investasi) ekonomi, agar berkembang kembali demikian hakekatnya, maka dibagi tiga, oleh orang yang ingin memperoleh kebahagiaan (Kajeng, dkk, 1999: 199).Dengan demikian jangan hendaknya; 1 mengeluarkan uang jika tidak perlu sekali dan 2. kalaupun tergoda untuk menggunakan uang tersebut ingat rumus 1( pertama)

e) Membina kegiatan dan hasil ekonomi keluarga sebagai modal untuk mewujudkan keluarga sejahtera.

4) Cinta Kasih/Pelayanan (Sudra); Keluarga merupakan landasan untuk mengikat batin anggota-anggotanya sehingga saling mencintai, menghargai dan menghormati satu dengan yang lainnya, dengan penciptaNya, sesamanya maupun dengan lingkungangnya.

a) menumbuhkembangkan potensi kasih sayang yang telah ada antara anggota keluarga (suami-istri, anak) ke dalam simbol-simbol nyata (ucapan, tingkah laku) secara optimal dan terus menerus

b) membina tingkah laku saling menyayangi baik antar anggota keluarga maupun antar keluarga yang satu dengan yang lainnya secara kuantitatif dan kualitataif.

c) Membina praktik kecintaan terhadap kehidupan duniawi dan rohani dalam keluarga secara serasi, selaras dan seimbang

d) Membina rasa, sikap dan praktik hidup keluarga yang mampu memberikan dan menerima kasih sayang sebagai pola hidup ideal menuju keluarga sejahtera.

Om Santih Santih Santih


Sumber artikel: Membangun Keluarga Sukhinah, by: I W. Sudarma, 12 Desember 2009